Belanja dengan Ringgit di Tanah Garuda
![]() |
Ringgit dan rupiah di Desa Temajuk. (Foto: S. Endi) |
Severianus Endi
Sambas, Kalimantan
Barat
Pernahkah Anda
berbelanja dengan mata uang negara asing di negeri sendiri? Jika ingin
mencobanya, kunjungilah Temajuk, sebuah desa wisata yang letaknya terpencil di
ujung Borneo.
Temajuk, desa pesisir
yang terpencil di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, merupakan “beranda
negara” yang terhubung darat dan laut ke Desa Teluk Melano, Distrik Sematan di
Sawarak, Malaysia Timur. Dari ibu kota provinsi, Pontianak, terbentang jarak
sekitar 350 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 10 jam menyusuri jalan
perpaduan antara aspal dan tanah.
Di desa ini yang
dihuni 527 kepala keluarga ini, warga memberlakukan mata uang ganda dalam
bertransaksi, Indonesian rupiah dan ringgit Malaysia. Jika Anda berbelanja di
toko atau warung kecil di desa itu, boleh ditanya ada atau tidaknya mereka
menyimpan mata uang Ringgit Malaysia.
Pasti mereka punya.
Sebab warga kedua negara sangat biasa berhubungan, terutama karena terikat
kekerabatan sebagai sesama komunitas Melayu.
“Biasanya orang
Malaysia dari Teluk Melano berbelanja ke sini (Temajuk), dan begitu juga
sebaliknya, kita belanja beras dan gula di Malaysia,” kata Junaidi (51), warga
Temajuk dijumpai di tokonya awal November 2017.
Hanya diperlukan 30
menit pulang pergi dari Temajuk ke Teluk Melano, melalui Pos Lintas Batas yang
dijaga tentara. Ibu kota kabupaten terpaut 4 jam perjalanan dari desa itu,
sehingga desa terdekat di Malaysia menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan
pokok. Dalam bertransaksi, kurs yang diterapkan flat, Rp 3,500 untuk RM 1.
![]() |
Bagian Pantai Paloh, tempat penyu bertelur. (Foto: S. Endi) |
Selain daya tarik
pantainya, Temajuk yang berada di Kecamatan Paloh memiliki kekhasan tersendiri
termasuk adanya pantai tempat peneluran satwa langka penyu terpanjang di
Indonesia, 65 kilometer.
Satu di antara dusun
di Temajuk, yakni Camar Bulan, sempat menyita perhatian nasional sekitar tahun
2011 silam karena isu bergesernya tapak batas kedua negara. Akses jalan yang
belum tersedia kala itu, membuat sejumlah pejabat harus mendatangi dusun ini
dengan helicopter.
“Berada di desa ini,
perasaan saya berkecamuk antara keindahan pantai, bisa menyaksikan satwa langka
penyu, dan akses ke negara tetangga yang bisa menggunakan sepeda motor,” kata
Rino, turis local asal Pontianak. (*)
Tidak ada komentar: