Hadapi Permasalahan Perbatasan, Warga Sajingan Membentuk Forum Peduli
![]() |
Suasana pertemuan. (Foto: Kris) |
SAMBAS,
KOSAKATA – Masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia di
Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, membentuk sebuah
forum sebagai upaya mengadapi berbagai masalah kehidupan di beranda negeri itu.
Ada 3.261
jiwa penduduk di kecamatan yang jarak tempuhnya dari ibu kota provinsi,
Pontianak, memakan waktu sekitar tujuh jam perjalanan darat. Pembentukan Forum Peduli
Masyarakat Sajingan itu merupakan inisiatif Pastor Firminus Andjieo, OFMCap yang
bertugas di Paroki Kristus Raja di Sambas.
“Saya mau
masyarakat kompak membangun daerahnya, karena merekalah yang tahu potensi
daerahnya,”kata Pastor Firminus kepada KoSaKata
ketika dijumpai di Gua Maria Santok, Sambas, 18 November 2017 yang lalu.
Santok merupakan
sebuah kampung yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Aruk, Ibukota Kecamatan
Sajingan. Sebuah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) telah berdiri di Aruk, yang
terhubung dengan Kota Biawak di Sarawak, Malaysia Timur. Presiden Jokowi
meresmikan PLBN itu pada menjelang pertangahan 2017.
Pastor
Paroki Sambas bersama para tokoh masyarakat Sajingan Besar berkumpul membentuk forum
peduli, difasilitasi oleh Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) PSE
Keuskupan Agung Pontianak.
“Ini berkat
kerjasama kita semua dan kesadaran masyarakat. Pertemuan dengan masyarakat
Sajingan sudah dilakukan tiga kali, yang kita sebut sebagai retret sosial umat.
Masyarakat yang bersemangat maju, harus kita dukung agar mereka mampu
memperjuangkan aspek sosial, ekonomi, politik, dan hokum,” kata Pastor Firminus.
Ketua
Komisi PSE Keuskupan Agung Pontianak, Bruder Krispinus Tampajara, MTB mengatakan,
pihaknya tetap mendukung masyarakat yang berusaha maju dan berkembang. Apalagi
komisi yang dipimpinnya memang concern
pada masyarakat perbatasan dan daerah-daerah tertinggal yang membutuhan
pendampingan.
“Kita tetap
kawal berdirinya organisasi peduli masyarakat Sajingan, agar bermanfaat bagi
kemaslahatan orang banyak,” kata Bruder Krispinus.
Seorang
tokoh muda Sajingan, Enzo, mengatakan, mereka ingin berusaha maju dari
daerah-daerah lain, terlebih karena saat ini border Indonesia-Malaysia di Aruk sudah
dibuka.
“Kalau
masyarakat tidak siap dengan hal ini, tentu akan tertinggal,” kata Enzo.
Sebanyak 57 tokoh masyarakat dalam pertemuan itu terdiri atas Temenggung, Kepala Adat, Kepala Desa, dan tokoh pemuda. Mereka membicarakan berbagai aspek kehidupan di daerah perbatasan, yang muaranya pada kesepakatan membentuk Forum Peduli Masyarakat Sajingan.
Forum ini
bertujuan untuk membantu masyarakat menghadapi
tantangan di daerah perbatasan terlebih dalam aspek sosial, budaya, pendidikan,
ekonomi, politik dan hukum. Forum memilih seorang tokoh masyarakat bernama
Pendis, sebagai ketua. Untuk menjalankan roda organisasi, dia dibantu empat
anggota pengurus.
“Kami mohon
semua Kepala Desa di tujuh desa di kecamatan ini mendukung dan membantu kami
untuk melayani masyarakat,” kata Pendis.
Dalam waktu
dekat para pengurus bersama dewan pembina akan membentuk kelengkapan organisasi
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Desa Keliau
merupakan satu di antara tujuh desa di kecamatan itu. Kepala Desa Keliau,
Jamil, mengharapkan organisasi ini dapat membantu masyarakat dalam menghadapi berbagai
persoalan di daerah perbatasan.
“Organisasi
ini diharapkan menjawab kebutuhan masyarakat Sajingan yang merupakan beranda negara
antara Indonesia-Malaysia,” kata Jamil. (Kris)
Tidak ada komentar: