Penambang Emas Tradisional di Mandor Hentikan Aktivitas Setelah Gubernur Datang
![]() |
Mengangkut peralatan. Foto: Ist |
LANDAK, KOSAKATA - Sekitar
120 penambang emas tradisional sedang melakukan aktivitas di sebuah kawasan di
belakang Bukit Soeharto—areal penghijauan—di wilayah Kecamatan Mandor,
Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Minggu (3/11/17) lalu. Dua buah mesin robin
menyedot air, beberapa penambang menggali tanah dengan cangkul, dan yang
lainnya mengemas galian itu ke dalam karung, atau menumpuknya untuk kemudian
didulang, mencari bijih emas.
Tak disangka ketika hari
makin beranjak siang, Gubernur Cornelis mendatangi tempat itu bersama rombongan.
Melihat kedatangan tokoh yang pernah menjadi camat di Mandor, dan dua periode
menjabat Bupati Landak, sebagian penambang hendak lari.
“Tolong kalian jangan lari,
saya datang tidak untuk marah, tetapi memberi tahu kalian mengapa aktivitas
kalian dilarang,” seru Cornelis dalam bahasa daerah setempat.
Kedatangan Gubernur Cornelis
dan rombongan memang untuk menangani aktivitas illegal itu, yang dikenal dengan
sebutan penambangan emas tanpa izin (PETI). Di sebuah rangka pondok tanpa atap,
Cornelis pun berbicara kepada para penambang tradisional.
Di antaranya tentang
penggunaan zat mercury yang dibuang sembarangan sehingga menjadi limbah yang
merusak lingkungan. Dia juga menyinggung korban jiwa yang pernah jatuh akibat
tertimpa reruntuhan tanah saat pekerja menggali lubang.
![]() |
Lubang bekas galian. Foto: Ist |
“Pemerintah bisa saja
menggunakan cara represif karena aktivitas ini illegal. Tetapi lebih bagus
secara persuasif. Sekarang, silakan bawa pulang peralatan kalian,” kata
Cornelis.
Areal tambang emas illegal itu
seluas sekitar 20 hektare, berupa kawasan berpasir. Lubang-lubang menganga,
dengan air keruh menggenang di dalamnya. Para penambang emas melakukan aktivitas
secara tradisional dengan menggali lubang, mendulang, dan memisahkan bijih emas
menggunakan zat mercury.
Para penambang kemudian
berkemas, mengangkut barang-barang mereka, dan meninggalkan tempat itu. Petugas
mengoperasikan sebuah excavator untuk menimbun areal itu dengan tanah.
Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) Kalimantan Barat mencatat, areal pernambangan emas illegal yang
tersebar di seluruh provinsi itu seluas 6.613 hektare, dengan jumlah spot
penambangan sebanyak 267 titik.
Aktivis Walhi Kalimantan
Barat, Hendrikus Adam, mengatakan, keberadaan spot penambangan emas illegal
hampir merata di provinsi yang memiliki 12 kabupaten dan dua kota. Selain di
Kabupaten Landak, juga terdeteksi di sejumlah daerah lain seperti Kota
Singkawang, Kabupaten Ketapang, Kapuas Hulu, Bengkayang, dan Sintang.
“Korban jiwa yang muncul
akibat tertimbun galian tanah di lokasi penambangan pada 2014 tercatat sebanyak
21 orang di Landak dan Singkawang, dua di antaranya perempuan,” kata Adam. (Hnz)
Tidak ada komentar: