“Tangisan” Bayi Orangutan di Semak-semak
KETAPANG, KOSAKATA - Suara “tangisan” muncul dari
semak-semak. Bukan suara manusia. Tapi memang menyerupai tangisan. Lirih dan
menyayat hati.
Suara itu membuat Rahman, seorang pekerja di perkebunan kelapa sawit, menajamkan pendengarannya. Dan dari balik semak-semak, pandangan matanya menangkap satu sosok mungil berbulu.
Bayi orangutan! Dia tersesat di semak-semak itu. Usianya yang begitu belia, belum sanggup meloloskan tubuhnya dari tempat itu.
Rahman bekerja di sebuah kebun kelapa sawit di Desa Tanjung Pasar, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Jumat (27/7/18). Ketapang, satu di antara kabupaten di Kalimantan Barat, memiliki kawasan hutan yang merupakan habitat primata langka ini.
Bayi orangutan sedang diberi susu. Foto: Heribertus/IAR |
Suara itu membuat Rahman, seorang pekerja di perkebunan kelapa sawit, menajamkan pendengarannya. Dan dari balik semak-semak, pandangan matanya menangkap satu sosok mungil berbulu.
Bayi orangutan! Dia tersesat di semak-semak itu. Usianya yang begitu belia, belum sanggup meloloskan tubuhnya dari tempat itu.
Rahman bekerja di sebuah kebun kelapa sawit di Desa Tanjung Pasar, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Jumat (27/7/18). Ketapang, satu di antara kabupaten di Kalimantan Barat, memiliki kawasan hutan yang merupakan habitat primata langka ini.
Rahman mungkin sudah cukup
mengetahui status satwa bernama latin Pongo pygmaeus ini di ambang kepunahan. Negara pun telah
melindunginya dengan perangkat Undang-undang.
Maka,
dia tidak berani sekadar untuk mengambil bayi malang itu, meskipun untuk
memberi tempat berteduh yang lebih aman. Dia memilih untuk lebih dulu
melaporkan temuan yang tidak biasa ini kepada atasannya, manajer kebun.
Sang manajer kebun memutuskan
untuk tidak dulu melakukan evakuasi. Sebab, diperkirakan sang induk bayi itu
akan kembali menjemput. Sebelumnya, memang terdeteksi satu orangutan dewasa
melintas di area itu sekitar dua bulan sebelumnya.
Meski begitu, penemuan orangutan
ini juga segera dilaporkan ke International Animal Rescue (IAR) Indonesia yang
berkantor di Ketapang. Tak menunggu lama, keesokan harinya bersama Balai
Konservasi Sumber Daya Alam, tim IAR melakukan evakuasi.
Heribertus Suciadi, Media and
Communication Officer IAR Indonesia, menuturkan, pemeriksaan dokter hewan
menyatakan kondisi bayi orangutan ini mengalami dehidrasi ringan. Jenis kelaminnya jantan, berusia lebih dari satu tahun.
Foto: Heribertus/IAR Indonesia |
Kini, bayi primata itu dirawat di
Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan IAR Indonesia di Ketapang. Di
tempat itu, saat ini ada sekitar 110 orangutan sedang menjalani rehabilitasi.
Mereka berasal dari berbagai
operasi penyelamatan dari seluruh Kalimantan Barat, maupun dari penyerahan
sukarela oleh pemelihara mereka sebelumnya.
“Seperti bayi orangutan lainnya
yang juga kehilangan induk pada usia yang masih sangat muda, bayi ini
akan menjalani proses rehabilitasi yang panjang, sebelum dilepasliarkan pada
saatnya nanti. Dia akan mempelajari kemampuan dasar hidup di alam bebas, seperti
memanjat, mencari makan, dan membuat sarang,” kata Heribertus.
Kepala
BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor, mengatakan, banyaknya kegiatan pembukaan lahan membuat orangutan
terfragmentasi hingga sulit memperoleh pakan. Akibatnya banyak orangutan yang
masuk ke area aktivitas manusia.
Ketua
Program IAR Indonesia, Tantyo Bangun, menuturkan, populasi
orangutan sekitar 80 persen berada di luar daerah konservasi, seperti kebun dan
hutan produksi. Partisipasi semua pihak sangat diharapkan, agar populasi
orangutan dapat terkelola dengan baik dengan menjaga hutan yang tersisa.
“Hutan
yang tersisa sebagai koridor satwa liar, sehingga peristiwa terlantarnya bayi
orangutan ini dapat dihindari,” kata Tantyo. (Hnz)
Tidak ada komentar: