Kampungku Terisolir, Tapi Selalu Kurindukan
![]() |
Suasana perjalanan menuju kampungku saat kemarau. Foto: Awa. |
Oleh: Awa Indriani
NATAL segera tiba, tak lama lagi.
Rencana pulang kampung sudah terbayang dalam pikiran. Sudah satu tahun ini aku
tidak pernah pulang. Aku tinggal di Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan
Barat.
Kampungku berada di pedalaman
Kabupaten Sintang di provinsi yang sama. Meski satu provinsi, waktu tempuhnya
itu lho, mungkin terdengar aneh bagi kalian. Perlu tiga hari perjalanan baru
tiba di sana!
Kebanyang dong hari gini masih
ada kampung yang begitu terisolirnya. Sebenarnya yang membuat lama waktu
perjalanan bukan karena jaraknya yang jauh. Namun karena akses ke sana yang
harus menggunakan jalur sungai dari kota kecamatan.
Biasanya abang saya yang selalu
antar jemput menggunakan speed boat dari kampung ke kota kecamatan. Memang
masih sangat susah akses jalannya.
Misalnya jika hari ini berangkat
dari Pontianak naik bis pasti harus menginap sehari dulu di pusat kabupaten Sintang.
Keesokan harinya baru melanjutkan perjalanan dari Sintang menuju kecamatanku
yaitu Kecamatan Kayan Hulu.
Nah dari kota kecamatan ini barulah
naik perahu atau speed boat yang masih membutuhkan kurang lebih lima jam perjalanan
jika tidak sedang musim kemarau.
Kalau kalian pulang kampung, mungkin
cukup naik mobil atau kendaraan roda dua dan itu juga bisa langsung parkir di
tangga rumah. Sepanjang perjalanan, kalian bisa menikmati perjalanan dengan
tiduran di mobil, tanpa terasa sudah sampai di kampung halamannya.
Beda sekali dengan perjalanan
menuju kampungku. Masih terisolir. Meski sebenarnya kondisi kampungnya sendiri
lumayan bagus. Kampung yang indah dengan jalan yang rapi dan bersih. Di sisi kiri
dan kanan jalan kampung, berdiri pagar yang rapi. Juga banyak pohon-pohon yang
tumbuh di sekelilingnya.
Suasananya masih sangat alami. Sungai
juga masih jernih. Namun penduduk di sana sudah menggunakan layanan air bersih.
Meskipun sebenarnya air sungainya belum tercemar. Untuk memudahkan aktivitas
rumah tangga, layanan air bersih dari gunung dialirkan ke rumah-rumah.
Tetapi, saat musim banjir air sungai
menjadi kotor dan keruh. Itu sebabnya layanan air bersih sangat dibutuhkan di
kampungku.
Mungkin bagi kalian kapan pun mau
pulang kampung, tidak perlu janji dulu sama keluarga supaya bisa menjemput.
Beda denganku. Saat ingin pulang kampung harus buat janji dulu, agar ada yang
menjemput ke kota kecamatan.
Sinyal telepon seluler belum
merata di kampungku. Jika ingin menelponku, kakakku harus mendaki bukit yang
ada sinyalnya. Perlu waktu kurang lebih 20 an menit untuk mendaki ketinggian
itu.
![]() |
Kondisi sungai saat dengan arus deras. Foto: Awa |
Jika pulang kampung di musim
hujan, arus sungainya begitu deras. Harus orang yang benar-benar sudah berpengalaman
mengemudi speed boat yang mampu melewatinya. Kalau orang yang tidak
berpengalaman, pasti takut.
Sebaliknya di
musim kemarau, arus air sungai tak kalah bahaya. Susah sekali orang berlalu
lintas di alur ini, misalnya untuk berbelanja kebutuhan ke kota.
Meski
terisolir, aku selalu merindukan kampungku. Tempat aku dilahirkan. Suasananya
yang jauh dari perkotaan sangat tenang, cocok untuk berlibur.
Bagaimanapun
ini adalah tempat terindah dalam hidupku. Kemana pun aku pergi, akan selalu
kembali ke sini. Alamnya masih murah hati. Sayuran dan ikan bisa didapatkan di
hutan. Gratis, tanpa harus membeli.
Suasananya tidak
berisik dengan suara kendaraan seperti di Pontianak. Paling-paling suara speed
boat yang melintasi sungai. Kendaraan roda dua sudah ada, meski tak banyak.
Uniknya,
kendaraan roda dua itu harus dibawa dengan perahu, supaya bisa tiba di
kampungku. Maklumlah, belum ada jalan darat. (HEP)
Mantap. Teruslah menulis tentang kampung kita, agar lebih banyak lagi orang yang tahu.
BalasHapus