Aku, (Resensi) Buku dan Sebuah Rindu

April 24, 2020
Last Updated


Oleh Alkap Pasti

AKU menyadari bukan pencatat yang teliti, tapi masih ingat benar peristiwa itu. Gang Bromo 9 di Yogyakarta, tempat tinggalku bersama rekan-rekan mahasiswa PBS Ketapang. Tahun 1991, kala semester 3 atau 4 kuliahku, sebuah tulisan resensi bukuku tentang Buku Perekonomian Rakyat Kalimatan yang dieditori Prof. Moebyarto, dimuat di Harian Kompas.

Ada kebanggaan menyelinap. Itu artikel resensi pertamaku kukirim ke Kompas, dan dipublikasikan. Istilahnya, di Kompaskan. (Berbulan-bulan sebelumnya aku mencoba memahami, jenis buku, kondisi kebangsaan, penulis, editor dan lain lain yang sering dimuat Kompas. Dan saya berfikir, buku Perekonomian Rakyat Kalimantan--di saat ekonomi rakyat jadi diskusi luas saat itu, dengan editornya Prof. Moebyarto, pasti layak publish).

Sejak hari itu, senang juga dengan predikat yang disematkan kawan-kawan: penulis (resensi buku) Kompas. Oh ya, honornya juga lumayan besar pada saat itu: dapat bertahan kalau lockdown selama setidaknya 2 bulan.

Tapi, persaingan berikutnya bukan hal yang mudah. Berpuluh-puluh surat bersampul coklat dari Kompas--yang isinya sudah sangat dipahami datang diantar Kompas. Intinya, tulisan tidak dimuat.

O ya, selain dapat honor dari Kompas, seorang rekan memberitahu bahwa tulisan resensi itu jika diberitahukan ke penerbitnya, maka akan mendapat uang tambahan dan buku-buku baru. Diajaknya lah aku ke penerbit itu, Aditya Media, dan ketemu Pak Totok Daryanto (direkturnya, dan belakangan menjadi politisi di Senayan).

Menjadi moderator untuk sesi Prof Magnis Suseno. 
Dan benar, penerbit itu memberikan 2 hadiah buku baru dan amplop berisi sopoi…eh uang terima kasih. Cukup untuk nyaksang Condong Catur atau nikmati Bakso Bethesda berhari-hari. Di kontrakan, selalu ada ritual: yang tulisannya dimuat menambah uang sayur untuk beli lauk makan bersama.

Sesudah itu, beberapa kali tulisan resensi saya dimuat berbagai koran dan majalah dan juga (di) Kompaskan. Yang di Kompas saya ingat, resensi Buku Kebudayaan Dayak,  Buku Cerita dari Yogya-nya Prof Masri Singarimbun, Buku Politik Bahasa dan Mitos Pembangunan-nya Ariel Heryanto, juga Buku ABRI Siasat Kebudayaan dari LSR.

Tentang buku, kesukaan ku membaca sudah terbiasa sejak SD. Ayahku kepala sekolah dan karenanya aku punya akses untuk membaca di perpustakaan SD Inpres sekolahku. Sewaktu bertugas di KPU dan CU kalau pas bertugas ke (luar) kota selalu kusempatkan mengunjungi toko buku, dan membeli setidaknya 1 atau 2 buku.

Memperingati Hari Buku 2020 ini, akupun masih harus memendam rindu. Rindu untuk menulis dan menerbitkan buku. Ada 3 draft buku yang sudah kusiapkan, dan semoga bisa terbit akhir tahun ini. (HEP).

* Penulis adalah pecinta buku, tinggal di Ketapang, Kalimantan Barat. 

Selengkapnya