Oleh: F. Alkap Pasti
Sore itu, laki-laki yang kukenal baik ini-- seorang pembaca
buku yang setia, pencinta buku, guru sekolah yang penulis--datang ke rumah. Ia
menyerahkan buku karyanya: Nostalgia dari Jogja.
Sebuah buku yang disusun dari catatan hariannya, tentang
sejarah perjuangan kuliahnya di Yogya. Amon Stefanus, satu dari sedikit anak
Dayak saat itu yang berani mengambil jurusan Pendidikan Matematika di
universitas yang dikelola para pater Jesuit: USD, Universitas Sanata Dharma.
Menerima buku itu, tiba tiba aku teringat nama Gayatri V
Spivak, pemikir yang kukenal saat pelatihan penulisan Poskolonial di LSR Yogya,
2000 awal. Esainya: Can Subaltern Speak?
menjadi salah satu bahasan. Sebuah hal yang kupahami, bahwa hal-hal kecil,
pinggiran, the other adalah penting.
Buku NOSTALGIA DARI JOGJA ini adalah pinggiran yang
berbicara tersebut. Amon Stefanus menulis memoar dirinya. Dekonstruksi. Tak
harus orang besar berhak menulis memoar.
Buku karya Amon. IST |
Ia menulis sejarah, tentang anak Kampung Banjur di pedalaman
Ketapang, dan juga tentang pahit manis kehidupan di Yogya: kegugupan, ketakutan
di-DO universitas, ketekunan, juga tentang cinta dan kasih tak sampai.
Di Ketapang, ada pergerakan sosial yang dilakukan lembaga
PBS sejak 1978 (Panitia Beasiswa di bawah Keuskupan Ketapang). Sebuah gerakan
yang memberi warna untuk kemajuan Ketapang, masyarakat Dayak khususnya.
Buku NOSTALGIA DARI JOGJA ini, memberikan gambaran tentang
bagaimana anak-anak Dayak tersebut berjuang mengembangkan kemanusiaan. Sebuah
buku yang ringan, yang berat makna.
* F. Alkap Pasti, lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, sahabat Amon Stefanus, tinggal di Ketapang, Kalimantan Barat.