Teks dan foto oleh Herkulanus Sutomo Manna
KAPUAS HULU, KOSAKATA - Satu di antara rangkaian dalam
ritual pemakaman pada komunitas Dayak Iban di Pulau Kalimantan adalah Nganjung
Pedara’. Seperti yang terjadi pada awal November 2018, dilaksanakan Nganjung Pedara’
niang Apai Dom.
Niang artinya almarhum. Apai Dom,
panggilan bagi almarhum Simon anak Ragae, adik bungsu Bandi anak Ragae atau
pupuler dengan Apai Janggut, tuai rumah Sungai Utik di Kabupaten Kapuas Hulu.
Setiap bilik di Rumah Betang Sungai
Utik menghantarkan satu piring berisi sesajian, yang kemudian disimpan di
kuburan selama 3 hari.
Berangkat menuju pemakaman kita harus turun dari tangga di mana bilik duka berada. Suara gong mengiringi sepanjang upacara, hingga kembali ke betang dan menaiki tangga yang sama dengan yang digunakan untuk turun.
Melalui pedara atau sesajian yang
ditinggalkan dalam pondok di atas kuburan itu, diharapkan niang atau almarhum
memberikan rejeki dan doa bagi yang ditinggalkan.
Sesuatu yang unik mengingat tidak
hanya yang masih hidup mendoakan yang sudah meninggal, tapi juga sebaliknya
anak,cucu, kerabat, yang ditinggalkan berharap niang memberikan doa,rejeki, dan
tuah.
Dalam ritual ini, tamu dari Sabah
dan Sarawak yang kebetulan berkunjung juga ikut hadir dan belajar tentang
esensi dari ritual Nganjung Pedara' ini. (*/HEP)