Bertani, Membangun Indonesia dari Desa

December 22, 2018
Last Updated


Oleh: Hilarinus Tampajara

DEPOK CIMANGGIS, KOSAKATA - Pada waktu itu saya mengikuti program pertukaran mahasiswa di Australia. Kemudian saya live in (tinggal sementara) di sebuah keluarga petani yang memiliki lahan luas dengan ternak yang banyak.

Bambang Ismawan, demikian dia biasa dipanggil para kolega dan insan yang bekerja di komplek Wisma Hijau Komplek-Kampus Bina Swadaya Jl. Mekarsari-Cimanggis, Depok. Pagi itu (9/12/2018) suasana Wisma Hijau riuh dengan beberapa kelompok yang mengikuti pertemuan baik dari instansi pemerintah dan swasta.

Mereka melakukan kegiatan out door dengan beberapa permainan dinamika kelompok. Tertawa gembira dan pekik dan keriuhan membuat suasana Wisma hijau begitu hidup.

Tentu suatu yang sangat istimewa bagi masyarakat kota, bahwa di tengah-tengah kota Depok yang padat masih ada tempat pertemuan yang ditata asri dengan berbagai tanaman dan pohon yang menyejukan. Tata letak tanaman dan bangunan sangat serasi. Ada ruang terbuka untuk kegiatan oaut door, tentu lingkungan yang asri ini merupakan hasil dari sentuhan tangan dingin bapak bambang dan seluruh staffnya.

Pagi itu kami salahsatu kelompok tamu yang sangat beruntung, karena dapat langsung bertatap muka dan berbagi pengalaman sukses nya dalam mengelola organisasi yang bergerak dalam dunia pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, teristimewa kaum petani dan masyarakat miskin.

“Sekarang Yayasan Bina Swadaya memiliki 17 anak perusahaan yang bergiat dalam pengembangan ekonomi dan pemberdayaan social,” ujarnya membuka pembicaraan pada kami di ruang kerja nya.

Memulai dengan modal Rp. 10.000, berdiri lah Yayasan Bina Swadaya ini untuk melakukan pendampingan pada masyarakat desa kala itu.

“Terus terang, kami ini merupakan anak kandung dari proses gerakan sosial pemberdayaan yang dimulai oleh Delagatus Sosial KWI (sekarang Komisi PSE-KWI),” jelasnya.

Perjumpaannya dengan Pater Johanes Baptista Dijkstra, SJ yang kerap dikenal Dijkstra, SJ mengubah hidup nya. Kala itu dia aktif di organisasi masyarakat saat menempuh pendidikan tinggi di Yogyakarta.

“Saya diubah oleh Pater Dijkstra, SJ, ketika itu saya melihat betapa Pastor Dijkstra dengan dedikasi tinggi membantu orang-orang kecil yang dilupakan, dengan jubahnya, sang pastor keliling keluar masuk desa-desa untuk membantu masyarakat miskin,”kenangnya.

Namun film Giant yang dibintangi James Dean, memotivasi Bambang Ismawan untuk menjadi seorang petani sukses. Film tersebut bercerita tentang keluarga petani yang sukses di Texas, di tengah perubahan masyarakat tradisional menuju masyarakat industrialisasi yang banyak menimbulkan gejolak sosial. 

Setelah menyelesaikan studi di jurusan  ekonomi pertanian Universitas gajah Mada, ia diminta oleh Pater Dijkstra, SJ menjadi Ketua Umum Petani Pancasila (1964) yang tahun sebelumnya ia juga menjabat Sekretaris Jenderal Ikatan Usahawan Pancasila. Cita-citanya menjadi Petani Sukses diurungkan. Tetapi, ia tetap mencintai masalah petani dan pedesaan. Berbagai diskusi, pertemuan, atau dialog tentang masalah itu selalu diikutinya. 

Bambang merupakan anak pertama dari lima bersaudara, lahir di Kota Lamongan dari seorang ibu bernama Isnaningsih aktivis Perwari/Persatuan Wanita Republic Indonesia dengan seorang Ayah bernama Seman Tirtohardjono, seorang pedagang beras.

"Ibu mendidik saya dalam disiplin. Dari Ayah saya belajar wiraswasta," tuturnya.

"Kalau kamu punya modal besar dan berhasil, itu biasa, tetapi kalau hanya bermodalkan kepercayaan dan berhasil, itu baru sukses," katanya menirukan ayahnya. 

Pada tahun 1967, ia mendirikan YSTM (Yayasan Sosial Tani Membangun). Dan untuk menunjang yayasan itu, pada tahun 1981, ia mendirikan lembaga operasionalnya, yakni Bina Swadaya, yang juga menerbitkan majalah Trubus.

Majalah Trubus yang memiliki brand khusus mengulas tentang dunia pertanian yang dikelolanya pernah mengalami kerugian selama 15 tahun. Dengan kerugian tersebut kemudian ia meminta nasehat dari seorang tokoh media massa yang mumpuni.

Tetapi apa hendak dikata, sang tokoh media tersebut menyarankan, agar Majalah Trubus ditutup saja. Dengan alasan bahwa minat orang untuk menjadi petani itu sangat sedikit, apalagi mau membahas mengenai hal-hal pertanian.

Pria yang menggemari tenis dan renang, juga senam San Khung, yang dianggapnya, "Baik untuk peredaran darah." Dalam usianya yang genap 80 tahun ini kelihatan masih bugar. Bahkan giat mengikuti pertemuan dan sharing pengalaman pada kelompok masyarakat.

Termasuk kelompok kami yang pagi itu diterimanya secara khusus di ruang kerjanya di Wisma Hijau untuk berbagi pengalaman mengenai perjalanan gerakan sosial ekonomi yang bermanfaat bagi orang-orang terlebih masyarakat pedesaan.

Mendengar kisah perjalanan gerakan pemberdayaan melalui pelatihan-pelatihan bagi insan-insan yang bergerak pada pemberdayaan, betapa Bambang Ismawan telah memberi kontribusi besar terhadap kemajuan masyarakat desa di Negara ini.

Tidak salah kalau dia mengungkapkan, “membangun Indonesia haruslah dari desa.” (HEP)

Selengkapnya