Oleh: Hilarinus Tampajara
DEPOK CIMANGGIS, KOSAKATA - Pada waktu itu saya
mengikuti program pertukaran mahasiswa di Australia. Kemudian saya live in
(tinggal sementara) di sebuah keluarga petani yang memiliki lahan luas dengan
ternak yang banyak.
Bambang Ismawan, demikian dia biasa dipanggil para
kolega dan insan yang bekerja di komplek Wisma Hijau Komplek-Kampus Bina
Swadaya Jl. Mekarsari-Cimanggis, Depok. Pagi itu (9/12/2018) suasana Wisma
Hijau riuh dengan beberapa kelompok yang mengikuti pertemuan baik dari instansi
pemerintah dan swasta.
Mereka melakukan kegiatan out door dengan beberapa
permainan dinamika kelompok. Tertawa gembira dan pekik dan keriuhan membuat
suasana Wisma hijau begitu hidup.
Tentu suatu yang sangat istimewa bagi masyarakat kota,
bahwa di tengah-tengah kota Depok yang padat masih ada tempat pertemuan yang
ditata asri dengan berbagai tanaman dan pohon yang menyejukan. Tata letak
tanaman dan bangunan sangat serasi. Ada ruang terbuka untuk kegiatan oaut door,
tentu lingkungan yang asri ini merupakan hasil dari sentuhan tangan dingin
bapak bambang dan seluruh staffnya.
Pagi itu kami salahsatu kelompok tamu yang sangat
beruntung, karena dapat langsung bertatap muka dan berbagi pengalaman sukses
nya dalam mengelola organisasi yang bergerak dalam dunia pemberdayaan sosial
ekonomi masyarakat, teristimewa kaum petani dan masyarakat miskin.
“Sekarang Yayasan Bina Swadaya memiliki 17 anak
perusahaan yang bergiat dalam pengembangan ekonomi dan pemberdayaan social,” ujarnya
membuka pembicaraan pada kami di ruang kerja nya.
Memulai dengan modal Rp. 10.000, berdiri lah Yayasan
Bina Swadaya ini untuk melakukan pendampingan pada masyarakat desa kala itu.
“Terus terang, kami ini merupakan anak kandung dari proses
gerakan sosial pemberdayaan yang dimulai oleh Delagatus Sosial KWI (sekarang
Komisi PSE-KWI),” jelasnya.
Perjumpaannya dengan Pater Johanes Baptista Dijkstra,
SJ yang kerap dikenal Dijkstra, SJ mengubah hidup nya. Kala itu dia aktif di
organisasi masyarakat saat menempuh pendidikan tinggi di Yogyakarta.
“Saya diubah oleh Pater Dijkstra, SJ, ketika itu saya
melihat betapa Pastor Dijkstra dengan dedikasi tinggi membantu orang-orang
kecil yang dilupakan, dengan jubahnya, sang pastor keliling keluar masuk desa-desa
untuk membantu masyarakat miskin,”kenangnya.
Namun film
“Giant” yang dibintangi James Dean, memotivasi Bambang Ismawan untuk
menjadi seorang petani
sukses. Film
tersebut bercerita
tentang keluarga petani yang sukses di Texas, di tengah perubahan masyarakat
tradisional menuju masyarakat industrialisasi yang banyak menimbulkan gejolak
sosial.
Setelah menyelesaikan studi di jurusan ekonomi pertanian Universitas gajah Mada, ia diminta
oleh Pater Dijkstra, SJ menjadi Ketua Umum Petani Pancasila (1964) yang tahun
sebelumnya ia juga menjabat Sekretaris Jenderal Ikatan Usahawan Pancasila. Cita-citanya
menjadi Petani Sukses diurungkan.
Tetapi, ia tetap mencintai masalah petani dan pedesaan. Berbagai diskusi,
pertemuan, atau dialog tentang masalah itu selalu diikutinya.
Bambang merupakan anak
pertama dari lima bersaudara, lahir di Kota Lamongan
dari seorang ibu bernama Isnaningsih aktivis Perwari/Persatuan Wanita Republic
Indonesia dengan seorang Ayah
bernama Seman Tirtohardjono, seorang pedagang beras.
"Ibu mendidik saya dalam disiplin. Dari Ayah
saya belajar wiraswasta," tuturnya.
"Kalau kamu punya modal besar dan berhasil,
itu biasa, tetapi kalau hanya bermodalkan kepercayaan dan berhasil, itu baru
sukses," katanya menirukan ayahnya.
Pada tahun 1967, ia mendirikan YSTM (Yayasan Sosial Tani Membangun). Dan untuk menunjang yayasan itu, pada tahun 1981, ia mendirikan lembaga operasionalnya, yakni Bina Swadaya, yang juga menerbitkan majalah Trubus.
Pada tahun 1967, ia mendirikan YSTM (Yayasan Sosial Tani Membangun). Dan untuk menunjang yayasan itu, pada tahun 1981, ia mendirikan lembaga operasionalnya, yakni Bina Swadaya, yang juga menerbitkan majalah Trubus.
Majalah Trubus yang memiliki brand khusus mengulas
tentang dunia pertanian yang dikelolanya pernah mengalami kerugian selama 15
tahun. Dengan kerugian tersebut kemudian ia meminta nasehat dari seorang tokoh
media massa yang mumpuni.
Tetapi apa hendak dikata, sang tokoh media
tersebut menyarankan, agar Majalah Trubus ditutup saja. Dengan alasan bahwa
minat orang untuk menjadi petani itu sangat sedikit, apalagi mau membahas
mengenai hal-hal pertanian.
Pria yang menggemari
tenis dan renang, juga senam San Khung, yang dianggapnya, "Baik untuk
peredaran darah." Dalam usianya yang genap
80 tahun ini kelihatan masih bugar. Bahkan giat mengikuti pertemuan dan sharing
pengalaman pada kelompok masyarakat.
Termasuk kelompok kami yang pagi itu diterimanya secara khusus di ruang kerjanya di Wisma Hijau untuk berbagi pengalaman mengenai perjalanan gerakan sosial ekonomi yang bermanfaat bagi orang-orang terlebih masyarakat pedesaan.
Mendengar kisah
perjalanan gerakan pemberdayaan melalui pelatihan-pelatihan bagi insan-insan
yang bergerak pada pemberdayaan, betapa Bambang Ismawan telah memberi
kontribusi besar terhadap kemajuan masyarakat desa di Negara ini.
Tidak salah kalau dia
mengungkapkan, “membangun Indonesia haruslah dari desa.” (HEP)