Oleh Alkap Pasti
AKU menyadari bukan pencatat yang teliti, tapi masih ingat
benar peristiwa itu. Gang Bromo 9 di Yogyakarta, tempat tinggalku bersama
rekan-rekan mahasiswa PBS Ketapang. Tahun 1991, kala semester 3 atau 4
kuliahku, sebuah tulisan resensi bukuku tentang Buku Perekonomian Rakyat
Kalimatan yang dieditori Prof. Moebyarto, dimuat di Harian Kompas.
Ada kebanggaan menyelinap. Itu artikel resensi pertamaku kukirim
ke Kompas, dan dipublikasikan. Istilahnya, di Kompaskan. (Berbulan-bulan
sebelumnya aku mencoba memahami, jenis buku, kondisi kebangsaan, penulis,
editor dan lain lain yang sering dimuat Kompas. Dan saya berfikir, buku Perekonomian
Rakyat Kalimantan--di saat ekonomi rakyat jadi diskusi luas saat itu, dengan
editornya Prof. Moebyarto, pasti layak publish).
Sejak hari itu, senang juga dengan predikat yang disematkan
kawan-kawan: penulis (resensi buku) Kompas. Oh ya, honornya juga lumayan besar
pada saat itu: dapat bertahan kalau lockdown selama setidaknya 2 bulan.
Tapi, persaingan berikutnya bukan hal yang mudah.
Berpuluh-puluh surat bersampul coklat dari Kompas--yang isinya sudah sangat
dipahami datang diantar Kompas. Intinya, tulisan tidak dimuat.
O ya, selain dapat honor dari Kompas, seorang rekan
memberitahu bahwa tulisan resensi itu jika diberitahukan ke penerbitnya, maka
akan mendapat uang tambahan dan buku-buku baru. Diajaknya lah aku ke penerbit
itu, Aditya Media, dan ketemu Pak Totok Daryanto (direkturnya, dan belakangan
menjadi politisi di Senayan).
Menjadi moderator untuk sesi Prof Magnis Suseno. |
Dan benar, penerbit itu memberikan 2 hadiah buku baru dan
amplop berisi sopoi…eh uang terima
kasih. Cukup untuk nyaksang Condong Catur atau nikmati Bakso Bethesda
berhari-hari. Di kontrakan, selalu ada ritual: yang tulisannya dimuat menambah
uang sayur untuk beli lauk makan bersama.
Sesudah itu, beberapa kali tulisan resensi saya dimuat
berbagai koran dan majalah dan juga (di) Kompaskan. Yang di Kompas saya ingat,
resensi Buku Kebudayaan Dayak, Buku
Cerita dari Yogya-nya Prof Masri Singarimbun, Buku Politik Bahasa dan Mitos
Pembangunan-nya Ariel Heryanto, juga Buku ABRI Siasat Kebudayaan dari LSR.
Tentang buku, kesukaan ku membaca sudah terbiasa sejak SD.
Ayahku kepala sekolah dan karenanya aku punya akses untuk membaca di
perpustakaan SD Inpres sekolahku. Sewaktu bertugas di KPU dan CU kalau pas
bertugas ke (luar) kota selalu kusempatkan mengunjungi toko buku, dan membeli
setidaknya 1 atau 2 buku.
Memperingati Hari Buku 2020 ini, akupun masih harus memendam
rindu. Rindu untuk menulis dan menerbitkan buku. Ada 3 draft buku yang sudah
kusiapkan, dan semoga bisa terbit akhir tahun ini. (HEP).
* Penulis adalah pecinta buku, tinggal di Ketapang, Kalimantan Barat.
* Penulis adalah pecinta buku, tinggal di Ketapang, Kalimantan Barat.