Observasi Pastor Beatus tak Surutkan Asa Prefek Bos Buka Stasi Pontianak

August 19, 2022
Last Updated

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja untuk Kalimantan]

PREFEK Pasifikus Bos awalnya kurang berkesan dengan orang-orang Eropa yang berada di Pontianak. Kesan itu ia dapatkan saat berkunjung pertama kali ke Pontianak pada 29 April 1906. Namun Prefek harus realistis. Pontianak merupakan ibu kota Borneo bagian barat, pusat pemerintahan  yang dipimpin seorang guber­nur.

Pertimbangan itu mendorong Bos membuka Stasi Pontianak sekaligus menjadi stasi induk dari stasi-stasi di Borneo. Akhir 1906, setelah membuka dan mengirim tenaga misi di Stasi Sejiram, Prefek Bos mengutus Pater Beatus ke Pontianak selama satu bulan.

Pada 31 Desember 1906, Pastor Beatus berangkat ke Pontianak. Ia menginap di rumah Tuan Leyzer-Vis, seorang Katolik yang memiliki pabrik minyak kelapa di Pontianak. Tugas utama Pastor Beatus adalah melakukan observasi untuk menghidupkan iman Katolik pada masyarakat Tionghoa di Pontianak yang berjumlah 20 orang. Namun, dalam laporan yang disampaikan Pastor Beatus, sangat sulit untuk mewujudkan tugas itu. Orang-orang Tionghoa yang menganut Katolik sibuk dengan urusan perdagangan.

Pastor Beatus menulis kesimpulan dalam laporan observasi yang telah dilakukan sesuai dengan tugas dari Prefek Bos:

Baca Ini: Bruder Pendidik dari Huijbergen Membantu di Sekolah Nyarumkop

“Pada saat ini jumlah penduduk di Pontianak  (1906) berjumlah kira-kira 18.000 orang. Hidup orang Katolik Eropa menyedihkan, anak-anak mereka tidak tahu Doa Bapa Kami dan Salam Maria. Bagaiamana dengan orang-orang Cina? Mereka tinggal di kota dan terlalu sibuk dengan urusan dagangnya dan tidak banyak orang Tionghoa berminat dengan agama Katolik.”

Kendati begitu, tak mengurung niat Prefek Pasificus Bos untuk memulai Stasi Pontianak. Secara bertahap, ia mengirim imam untuk waktu-waktu tertentu turne ke Pontianak.  

Awal tahun 1908, Prefek Bos melakukan Visitasi ke Sejiram. Ia singgah di Pontianak. Prefek mengajak A Kang, seorang katekis, untuk menetap sementara memberikan katekumen atau pengajaran agama pada orang Katolik yang ada. Pada Maret 1908, ketika kembali dari Sejiram dan mampir kembali di Pontianak, Bos melihat A Kang berhasil menjalankan tugasnya. 

Pada 12 Maret 1908, Prefek Bos bersama asisten residen mencari lokasi untuk membangun komplek misi. Lokasinya diputuskan dengan pertimbangan tidak jauh dari pasar, tidak jauh dari perumahan orang-orang Eropa. Prefek langsung membeli tiga bidang tanah dengan harga Fl 2.230. Satu bidang lagi di seberang jalan untuk rumah susteran dengan harga Fl 500. Pada 19 Juli 1908, Prefek mengirim berita ke Belanda bahwa sudah membeli satu bidang tanah lagi untuk kuburan.

Baca Ini: Villa Suster Veghel Berubah Menjadi Sekolah bagi Perempuan Dayak

Melihat perkembangan yang baik dari kerja katekis tersebut, Bos memutuskan untuk memulai karya misi di Pontianak. Hal itu juga didorong akan letak Pontianak yang strategis untuk jadi tempat persinggahan bagi para misionaris dari Singkawang maupun Sejiram. Pada Maret 1908, Stasi Pontianak diserahkan Prefek pada Perlindungan St. Yosef.

Saat itu, Pontianak masih berupa perkampungan Tionghoa, sebuah pasar yang terletak di pinggir Sungai Kapuas. Deretan rumah itu pernah kebakaran tahun 1901, tetapi sekarang sudah dibangun kembali. Di beberapa daerah yang agak tinggi menjadi lahan untuk ditanami sayur yang hasilnya dijual di pasar dan dijajakan pada orang-orang Eropa. Seluruh transportasi masih menggunakan sampan melalui parit-parit untuk membawa barang ke pasar.

Di seberang Sungai Kapuas berdiri bangunan Keraton Sultan  Pontianak dengan perkampungan orang Melayu. Pada 1895, tahta sultan itu diduduki oleh Pangeran Ratu Syarif Muhamad Paku Negara. Ia memiliki lima anak. Sultan Hamid adalah anaknya yang pertama (Bdk. Borneo Bagian Barat; VJ Verth, alihbahasa Pater Yeremias Melis, OFMCap).

Sesungguhnya, Prefek Bos ingin menempatkan Pastor Beatus ke Pontianak. Prefek kurang suka bergaul dengan orang-orang Eropa di Pontianak. Karena sekolah di Singkawang masih memerlukan tenaga Pastor Beatus, maka Prefek Bos yang akan ke Pontianak. Prefek Bos memang orang yang sederhana dan bersahaja. Dalam suratnya, ia pernah mengungkapkan perasaan, bahwa lebih baik bekerja di Batang Lupar daripada di Pontianak.

Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB                     Editor: Budi Atemba

Artikel Lain: Prefek Bos Datang; Warga Panik, Anak-anak Sembunyi di Balik Pintu

Selengkapnya