Prefek Bikin Aturan, Jubah Wajib Dipakai Kecuali Waktu Malam

August 21, 2022
Last Updated

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja untuk Kalimantan]

PADA 6 September 1910, misi juga menerima seseorang berkebangsaan China daratan untuk menjadi katekis di Pontianak. Ia memiliki surat-surat dan ijazah yang baik sekali. Misi sangat berharap, ia bisa bekerja dengan baik. Tetapi beberapa hari kemudian, misi sangat kecewa.

Ia hanya mempropaganda atau kampanye tentang ide-ide revolusi melawan kaisar Cina. Penyebaran agama Katolik tak ada usahanya. Akhirnya ia terpaksa diberhentikan kemudian berangkat ke Singapura. A Kang, katekis andal yang sementara waktu di Pontianank diminta untuk mengantarnya ke Singapura dan bersedia mencari seorang penggantinya untuk daerah Borneo.

Pembangunan susteran dan pastoran berlangsung. Para suster juga diharapkan datang di Pontianak. Pada 14 November 1910, datang beberapa suster, yakni Sr. Alexia, Sr. Venatia, dan Sr. Ildefonse. Sementara mereka menempati rumah darurat. Para suster itu akan membantu misi dalam karya pendidikan dan kesehatan.  

Untuk karya pelayanan awal, mereka membuka sekolah dengan 18 anak perempuan. Sedangkan rumah darurat suster, dekat gereja di seberang jalan, menjadi rumah untuk yatim piatu, anak-anak yang diberi­kan oleh orangtua dan orang-orang yang diusir dari masyarakat.

Akhir 1910, gedung pastoran selesai dibangun. Bruder Necherius menulis mengenai perkembangan pembangunan itu dalam suratnya dari Pontianak:

“Enaklah, tidak lama lagi kami dapat meninggalkan rumah sewaan di pasar dan dapat tinggal dekat gereja. Sekarang harus berjalan kaki kira-kira 10 menit dan kalau air sungai tinggi maka kami harus memakai perahu atau berjalan saja dalam air yang naik sampai lutut kami!”

Baca Ini: Kayuh Sepeda dari Singkawang, Prefek Menginap di Rumah Saudagar Pemilik Pabrik Kelapa

Pada 23 Desember 1910, Prefek Bos, Pastor Remegius dan Br. Necherius telah menempati rumah di samping pastoran. Sementara pastoran belum selesai dibangun karena dana belum cukup. Dana digunakan untuk kepentingan pembangunan di tempat lain.

Pada 1912, sekolah mulai dibangun di Pontianak untuk melayani pendidikan bagi anak-anak. Pada 20 Februari 1913, gedung sekolah selesai dan sudah bisa digunakan. Pada 23 Februari 1913, sekolah tersebut diberkati. Sehari kemudian, sekolah mulai belajar dengan 35 murid.

Pastor Eugenius ditunjuk sebagai direktur sekolah untuk memperkuat misi pendidikan di Pontianak. Selain sekolah untuk anak laki-laki, pada 2 Agustus 1913, dibangun sekolah untuk anak perempuan. Sekolah dimulai dengan 27 murid.

Setelah sekolah dan gedung susteran dibangun, para misionaris memikirkan untuk meneruskan pembangunan gedung pastoran yang masih belum selesai. Hal ini, untuk persiapan pesta perak Imamat Prefek Pasifikus Bos. Walaupun tidak semua rencana dan cita-cita tercapai sebagaimana rencana awal, gereja dan dua gedung sekolah memperlihatkan menjadi Pontianak menjadi pusat misi Kapusin di Borneo Barat.

Kendati misionaris sibuk dengan upaya membangun di berbagai tempat dengan kerja keras. Bahkan tenggelam dalam keputusasaan menghadapi kondisi yang serbaterbatas dan berkekurangan, Prefek Bos sebagai superior saudara-saudaranya berusaha agar semua tetap hidup sebagai kapusin tulen.

Menurut surat kepada pembesarnya di Belanda, Prefek sudah menentukan beberapa aturan: “Jubah harus dipakai selalu, kecuali waktu malam; minuman keras seperti whisky dan cognac hanya diperbolehkan sebagai obat; ofisi harian sebisa mungkin didoakan bersama-sama.”

Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB                     

Editor: Budi Atemba


Artikel Lain: Observasi Pastor Beatus tak Surutkan Asa Prefek Bos Buka Stasi Pontianak

Selengkapnya