[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan untuk Gereja di Kalimantan] |
Stasi Pelanjau resmi ditutup. Sekolahnya juga sudah
tidak ada. Misi pendidikan difokuskan di Nyarumkop. Prefek Bos mendapat banyak
permintaan dari orang-orang Dayak agar membangun sekolah di kampungnya. Namun,
tidak mudah untuk mengabulkan permintaan itu.
SETELAH Pelanjau menjadi stasi dan membuka sekolah bagi anak-anak Dayak Bukit dan Dayak Kendayan (Lembah Bawang?) dalam rentang tahun 1911-1919, ada permintaan orang tua Dayak Kendayan untuk mendirikan sekolah di kampungnya. Tetapi tidak mudah bagi misionaris, mengabulkan permintaan tersebut. Kendati begitu, permintaan itu menjadi perhatian serius Prefek Bos bagi orang-orang Dayak.
Satu tahun di Singkawang, Prefek Bos menangkap bahwa karya misi untuk orang Tionghoa dan orang Dayak sangat penting. Namun, cara pendekatan antara kedua entitas itu sangat berbeda. Apalagi kalau dilihat dari karakteristik kedua etnis ini. Pada 14 Maret 1906, Prefektur Bos melakukan turne ditemani oleh A Kang dan Tuk On ke arah Panjintan, Nyarumkop, Bagak, Sahwa. Berita mengenai Prefek Bos mengunjungi daerah Dayak cepat tersiar ke seluruh Singkawang.
Ketika sampai di Nyarumkop, mereka masuk ke rumah panjang melalui tangga yang tinggi terbuat dari pohon kelapa. Rumah panjang memiliki serambi, dengan lantai terbuat dari bambu dan beratap daun. Rumah tersebut memiliki 30 pintu atau bilik. Kedatangan Prefek Bos bersama A Kang dan Tuk On membuat warga panik. Wanita dan anak-anak menyembunyikan diri di balik pintu. Wakil kepala kampung dan beberapa laki-laki menyambut kedatangan Prefek Bos. Mereka duduk di lantai beralaskan bidai sedangkan Prefek Bos duduk di bangku.
Pada kesempatan tersebut, A Kang mulai menjelaskan tujuan kedatangan Prefek Bos dan mengenai kehidupan iman Katolik dan Tuhan Allah. Semua mereka memberi jawaban, “Kami orang bodoh, tidak tahu apa-apa.” Namun A Kang menyakinkan mereka, “Kalian orang Dayak tidak bodoh karena pandai berbicara dalam beberapa bahasa. Kita semua sama-sama makan nasi.”
Baca Ini: Sekolah Pelanjau Ditutup, Misi Pendidikan Pindah ke Nyarumkop
Pada malam hari, mereka mulai berkumpul kembali. Kepala kampung bernama Mada juga hadir. Prefek Bos duduk dekat kepala kampung dan membagikan tembakau. Tiap-tiap orang menggulung rokoknya. Sementara A Kang terus berbicara mengenai berbagai hal berjam-jam lamanya. Semua memberi perhatian penuh kepadanya. Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan ke Bagak. Kepala kampung menyakinkan rombongan bahwa perjalanan aman setelah mendengar bunyi atau kicauan burung sebagai tanda yang baik
Dua jam kemudian, rombongan sampai di Bagak. Kampung itu memiliki rumah panjang dengan 24 pintu atau bilik. Prefek Bos menginap dalam sebuah bilik di rumah panjang tersebut. Keesokan harinya, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Kampung Pajintan yang memiliki rumah dengan 30 pintu atau bilik.
Selang tiga bulan, Prefek Bos masih ingin berturne ke kampung Dayak. Ia ingin meyakinkan dirinya bahwa orang Dayak terbuka akan pewartaan kabar gembira Injil. Pada 1 Juni 1906, Prefek Bos mengunjungi kampung-kampung terdekat Singkawang sampai Monterado. Mulai dari Sahwa, Pasar, Pakucing kemudian ke Monterado.
Pada masa kongsi, Kota Monterado pernah menjadi pusat kekuasaan kongsi tambang emas. Namun, saat ini Monterado sudah kurang menarik sebagai kota. Setelah dari Monterado, rombongan Prefek kembali ke Singkawang melalui Senoreng, Rantau, dan Sjakong (Sijangkung?) (bdk. Kongsi-Kongsi Monetrado: 1891; S.H Schaank- alih bahasa-Pater Yeremias Melis; Penaklukan Monterado: 1858; W.A. Van Rees-alihbahasa Pater Yeremias Melis)
Setelah beberapa kali melakukan kunjungan ke daerah Dayak sejak 1906-1914, Prefek Pasifikus Bos dan misionaris lainnya, harus memutuskan tempat misi baru untuk orang Dayak di pesisir pantai Borneo, selain Pelanjau yang sudah ada pada 1911.
Artikel Terkait: Karya Misi di Laham; Dirintis Kapusin Diteruskan MSF
Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB Editor: Budi Atemba