Penderitaan, kegagalan dalam usaha dan membangun rumah tangga, penyakit, bencana alam, kehilangan pekerjaan dan orang yang kita cintai kadang membuat kita putus asa dan kehilangan harapan. Efek lebih dalam lagi dari semuanya itu ialah jika kita sampai pada pemikiran dan merasakan bahwa Allah tidak lagi mencintai kita. Inilah penderitaan yang sesungguhnya yakni kita kehilangan iman akan Allah.
Kita bisa belajar dari tokoh iman kita yakni Abraham (Ibr 11:1-2.8-19). Secara manusiawi Abraham sebetulnya punya alasan untuk menolak mengikuti perintah Allah dan janji Allah yang tidak masuk akal: 1) Allah meminta Abraham untuk tinggalkan kampungnya dan sanak keluarganya untuk pergi ke tempat yang sama sekali dia tidak tahu.
Padahal dia sudah hidup mapan di kampungnya (Kej 12:1-9); 2) Janji keturunan sebanyak bintang di langit dan pasir di laut kepada Abraham, padahal dia dan Sara istrinya sudah lanjut usia (Kej 15: 1-21).
Terhadap kedua hal ini Abraham menyatakan ketaatan iman akan Allah karena dia percaya Allah Yang Mahakuasa dan Maha Pengasih itu takkan menyesatkan dan membohongi dia, meski secara manusiawi tidak mungkin. Namun apa yang tidak mungkin bagi manusia menjadi mungkin bagi Allah (bdk. Luk 1:27). Inilah kekuatan dan kehebatan iman.
Baca Ini: Renungan Minggu 31 Juli 2022: Mengelola Harta secara Bijak, agar Tidak Jatuh ke dalam Kedosaan
Iman akan Allah inilah yang membuat Abraham, para nabi, para
rasul dan santo-santa sepanjang sejarah Gereja mampu menghadapi pelbagai
kesukaran hidup. Hal ini tentu menjadi model untuk kita ikuti dalam menghadapi
pelbagai tantangan hidup. Tepatlah yang
dikatakan penulis Kitab Ibrani, "Iman adalah dasar segala sesuatu yang
kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr
11:1).
Iman akan Allah ini juga memampukan kita untuk menolak godaan dan tawaran dunia yang sangat menggiurkan hati kita, namun membuat kita tidak lagi mengikuti kehendak Allah, melainkan kehendak kita sendiri. Yesus berkata, "Di mana hartamu berada, di situ hatimu berada" (Luk 12:34). Paus Fransiskus pernah berkata "Hati-hatilah dengan Tuhan yang baru yakni uang".
Jadi kita patut bersyukur kepada Allah karena kita telah diberi fakultas/kemampuan, yakni akal Budi: untuk membedakan yang benar dari yang salah, hati nurani: untuk membedakan yang baik dari yang jahat dan iman yang memampukan kita untuk kuat menghadapi pelbagai cobaan hidup. Tuhan Memberkati.
Penulis: Pastor Leonard Nojo OFMCap