Sejiram untuk Misi bagi Orang Dayak, Singkawang Tempat Misi bagi Orang Tionghoa

August 06, 2022
Last Updated

 

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja Kalimantan]

PREFEK Bos hanya tahu tentang Sejiram dari data yang dikumpulkan Pastor Beatus OFMCap dari arsip Serikut Jesuit di Batavia – Jakarta sekarang. Memang selama ini Prefek Pasifikus Bos hanya mengetahui Sejiram dari data-data yang dikumpulkan Pastor Beatus, OFMCap dari arsip Serikat Jesuit di Batavia (Jakarta)  dalam data yang diperoleh tersebut dikisahkan, bahwa;

“P. Looymans SJ pada tahun 1890 telah mulai membuka misi dengan Pusat di Semitau. Kala itu, Pastor Walterus Staal SJ yang menetap di Singkawang, mengantar Pastor Looymans ke Kapuas Hulu. Kedua imam ini kemudian mudik Sungai Tawang melewati danau untuk sampai di  Nanga Badau. Pada kala itu, Sang Kontrolir mengharapkan agar misi bersedia membuka stasi Katolik di daerah itu, supaya tradisi mengayau dari Serawak dapat dihentikan. Setelah menemani Pastor Looyman, sementara waktu di Kapuas Hulu, Pastor Staal kembali ke Singkawang pada 15 Agustus 1890. Sedangkan Pastor Looyman tinggal di Semitau hidup di tengah orang Tionghoa dan Melayu. Orang Dayak hanya sekali waktu datang ke Semitau untuk menjual hasil hutan dan membeli kebutuhan sehari-hari. Setengah tahun Pastor Looyman bertahan di Kota  Semitau, kemudian ia mulai mencari orang-orang Dayak. Di rimba Sungai Seberuang, ia membuat perumahan sederhana. Di Nanga-Sejiram, anak-sungai Seberuang, ia memban­gun­ gereja, sekolah, dan rumah pastor.

Itulah informasi dari arsip-arsip yang dipelajari oleh Prefek Bos akan misi di Kapuas Hulu. Kemudian hari, diputuskan Sejiram menjadi pusat misi bagi orang-orang Dayak. Dari seluruh informasi yang diperoleh, Prefek lebih tertarik pada sisa kecil dari semua orang yang dibaptis. Selama enam tahun, mereka tidak pernah dikunjungi oleh seorang imam. Ia telah mendengar berita bahwa Pastor Schräder pada tahun 1900 masih melakukan pelayanan iman ke Sejiram.

Prefek Bos menemukan sekitar 50 orang Dayak yang dipermandikan. Menurut berita, masih ada 50 orang lagi di daerah sekitar Sejiram. Dengan begitu, jumlah umat yang sudah dibaptis secara Katolik mencapai 100 orang. Prefek senang sekali karena hari itu, bisa membaptis tujuh anak kecil.

Baca Juga: Menguak Jejak Misi Katolik di Tanah Borneo

Namun, Prefek Bos tak bisa memberikan sakramen lain kepada orang-orang dewasa. Banyak dari mereka yang kembali ke praktik agama asli. Namun, Prefek Bos percaya bahwa lebih mudah menghapus kekurangan dari mereka tersebut daripada kesalahan orang-orang Eropa yang ditemukan di Pontianak. Bos yakin kalau Sejiram bisa dibangun kembali.

Stasi Singkawang ditetapkan sebagai tempat misi bagi orang-orang Tionghoa, sedangkan Sejiram dijadikan tempat misi untuk orang-orang Dayak.

Pada 12 Juni 1906, Prefek Bos kembali ke Singkawang. Ia langsung menunjuk tiga orang sebagai misionaris di Sejiram, yakni Pastor Eugenius, OFMCap sebagai pemimpin. Eugenius dibantu Pastor Camillus, OFMCap dan Bruder Theodoricus, OFMCap sebagai rekan kerja. Jadi dua orang imam, satu non-imam.

Prefek Bos mengirim surat kepada Prokurator, Pastor Walterus di Belanda. Bos menulis:

“Dengan harapan besar ketiga saudara akan berangkat pada 8 Agustus 1906 menuju Sejiram dan daerah sekitarnya. Selama 14 hari perjalanan dengan Kapal Air “De Kock”, ketiga misionaris ini menginjakkan kaki di Sejiram pada 22 Agustus 1906.

Tugas pertama sudah menanti, beberapa ruang pastoran yang rusak diperbaiki secara darurat. Mereka ingin membangun selekas mungkin. Mereka membicarakan rencananya dengan seorang Melayu. Harus dicari ramuan berupa kayu-kayuan dan kulit pohon. Ongkosnya sekitar Fl.300. Untuk membangun kembali gereja, sekolah, dan pastoran diperlukan dana sekitar Fl.688. Tetapi pada kenyatan ongkosnya lebih tinggi daripada yang diperkirakan.

Artikel Lain: Pastor de Vries Mulai Bangun Gereja Kayu di Singkawang

Penulis: Br. Kris Tampajara MTB

Editor: Budi Atemba

Selengkapnya