Setelah Stasi Lanjak dibuka pada 1908 dan Stasi Benua Martinus dibuka pada 1913, para misionaris membuka stasi baru di Kampung Bika yang sering disebut dengan Bika Nazareth.
[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja Kalimantan] |
STASI Bika Nasareth dibuka pada 1919, sekitar 11 tahun setelah Stasi Lanjak dibuka. Walaupun dalam waktu yang bersamaan para pastor kapusin masih mencoba berusaha untuk menghidupkan kembali stasi Lanjak. Di Lanjak, periode 1913-1918 mengalami pasang surut. Sekolah kurang diminati oleh orang Batang Lupar. Hingga akhirnya Lanjak benar-benar ditutup pada 1921.
Sebenarnya, Prefek Bos dan para misionaris kapusin belum berencana membuka stasi baru di Kapuas Hulu, selain Sejiram dan Benua Martinus. Namun, pada tahun 1919, mereka berencana membuka stasi baru di Bika yang sekarang dikenal dengan nama Bika Nazareth. Kampung itu terletak di satu cabang sungai Mandai. Di situ tinggal kelompok orang Dayak yang menjadi tujuan dari misionaris untuk berkarya. Mendengar misi akan membuka stasi di Bika Nazareth, penguasa Belanda (kontrolir) yang berkedudukan di Semitau dan masyarakat menghendaki agar misi segera mendirikan sekolah dan rumah pastor.
Namun bagi misi hal itu tidak mudah. Beberapa stasi masih membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit untuk membangun sekolah, asrama, dan pastoran. Ditambah lagi pada periode 1910-1920 terjadi perang dunia pertama sehingga berdampak pada ekonomi dunia, termasuk dana misi dari Belanda.
Baca Ini: Benua Banyu jadi Benua Martinus; Penghargaan bagi Martinus van Tiel atas Derma untuk Stasi
Pada 1921, Prefek Bos memberikan kepastian dengan menandatangani surat persetujuan untuk membuka stasi di Bika Nazareth. Pada Februari 1922, misi mulai membangun sekolah dan karya pastoral sudah dimulai. Bruder Leopold diutus untuk mempersiapkan Stasi Bika. Ia sementara tinggal di sebuah pondok yang sangat sederhana. Pembukaan stasi di Bika cukup tersendat. Bandingkan dengan stasi lain, setelah mendapat persetujuan dari Prefek Bos, proses pembangunan berjalan lancar.
Pada 1924, sekolah di Bika Nazareth mulai menerima 11 murid. Beberapa kali, masyarakat melalui kontrolir meminta misionaris menempatkan seorang pastor di Bika. Atas permintaan tersebut, maka pada 25 Januari 1925, Pastor Ignatius yang sedang bertugas di Stasi Sejiram dipindahkan ke Bika. Tidak mudah bagi Pater Ignatius untuk meninggalkan Stasi Sejiram. Dia telah bekerja selama 12 tahun di Sejiram, tentu untuk berangkat ke tempat yang baru merupakan tantangan baginya.
Walaupun Sejiram membuatnya nyaman karena sudah berbaur dengan umat dan masyarakat, tetapi demi ketaatan dan tugas yang dipercayakan padanya maka pada 28 Januari 1925, Pastor Ignatius meninggalkan Stasi Sejiram. Pada 4 Februari 1925, Pastor Ignatius tiba di Bika Nazareth.
Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB
Editor: Budi Atemba
Artikel Lain: Stasi Lanjak: Dibuka 1908, Ditutup Secara Definitif pada 1921