Jadi Internir Jepang di Kuching, Misionaris Terpaksa Tinggalkan Temiang

September 04, 2022
Last Updated

Bagian akhir dari jejak misi Katolik di Temiang, Landak. Pastor Beatus meninggal usai jatuh ke sungai. Kemudian Pastor Amandus juga meninggal karena penyakit tifus kronis. Sedangkan Pastor Nazaar, setelah turne, ditangkap Jepang dan ditahan di Kuching. Setelah Jepang kalah, para misionaris tidak kembali ke Temiang. 

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja Kalimantan]

PASTOR Beatus merintis Stasi Temiang mengalami nasib yang tragis. Misi kehilangan tenaga terbaiknya, Pastor Beatus yang dikenal sebagai sosok yang selalu mendapat tugas melakukan survei dan observasi dalam persiapan pembukaan pos misi, meninggal dunia dengan menggenaskan. Ketika ke Pontianak dalam suatu urusan, pada malam hari, 30 September 1928, dia bersama Br. Leo MTB mengunjungi seorang Kapitan Kapal di Pelabuhan. Ketika pulang, ia tergelincir jatuh ke sungai dan tewas.

Benih memang harus mati agar bertumbuh, demikianlah kira-kira menurut Injil yang diyakininya. Pengorbanannya untuk terakhir kali dalam merintis Stasi Temiang tidak sia-sia. Langkah besar misi di daerah Landak adalah mengangkat Pastor Amandus, yang banyak bekerja di Sejiram, diberi tanggungjawab pada daerah baru ini. Perhatian dan dukungan dari Tuan Weersma, seorang Penguasa Landak, Pastor Amandus untuk sementara waktu dapat tinggal di Pesangrahan di Perigi karena jaraknya tidak jauh dari Temiang.

Pastor Amandus mempersiapkan segala keperluan misi di Temiang dilakukan di Pesagrahannya di Perigi. Pastor Amandus bekerja di Stasi Temiang kurang lebih lima tahun. Pada 19 Desember 1934, Pastor Amandus menghembuskan napas terakhir di Singkawang karena mengalami sakit tifus yang kronis.

Baca Ini: Berkunjung ke Singkawang, Panembahan Landak Kagum Karya Misionaris

Pada 1941, Pastor Nazaar tidak lagi mendampingi seminaris di Pontianak. Pada Agustus 1941, dia ditugaskan di Stasi Temiang. Nazaar menjalani hari pertamanya dengan melihat sekolah kelas satu di Temiang. Ia melihat guru Godang mengambar satu ayam jantan besar di papan tulis. Kemudian seluruh bagian dari ayam itu dibacakan satu persatu agar anak-anak memahami apa yang disebut dengan ayam. Sekolah di Temiang diperkirakan telah didirikan pada sekitar tahun 1934, karena pendiriannya bersamaan dengan pembukaan Stasi Bengkayang.

Pastor Nazaar tidak lama di Temiang. Dia tiba sekitar Agustus 1941, pada Desember 1941, Jepang sudah mulai menguasai beberapa wilayah pesisir barat Borneo sehingga pada saat itu misionaris sudah mulai ditahan oleh serdadu Jepang.

Meskipun suasana mencekam, Pastor Nazaar tetap berangkat turne ke satu kampung yang beberapa jam dari jalan raya. Sesudah sekitar satu minggu dia kembali, dia langsung ditahan. Setelah perang usai dan Jepang kalah pada tahun 1945, Stasi Temiang tidak pernah ditempati lagi sampai saat ini. Dengan demikian stasi Temiang tidak sengaja ditutup, hanya karena para misionaris mengalami internir oleh serdadu Jepang di Kuching sehingga ketika kembali dari internir mereka tidak kembali ke Temiang.

Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB

Editor: Budi Atemba

Artikel Lain: Orang Dayak Berjalan Kaki 20 Km untuk Terima Layanan Medis

Selengkapnya