Kontrolir Landak Senang Misi Buka Stasi di Kampung Temiang

September 01, 2022
Last Updated

Pada 2 Desember 1927, Pastor Beatus menemui Panembahan Landak untuk menyampaikan maksud dari Mgr. Bos kepada penguasa Landak. Pastor Beatus dan Marcellinus Rengkat diterima dengan ramah oleh Panembahan. Panembahan pandai bahasa Belanda, maka pembicaraan dapat dengan mudah untuk saling dimengerti. Dalam pembicaraan itu, Panembahan sangat senang bahwa misi mau hadir juga di daerahnya. Panembahan berjanji pada pastor, akan berusaha memberi segala bantuan.

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja Kalimantan]

HASIL dari pembicaraan itu menjadi jelas bahwa sudah waktunya membuka satu stasi di Landak. Hal ini didukung oleh respon positif dari Panembahan dan masyarakat agar misi datang dan membuka stasi di daerah Landak. Akhirnya, buah dari perjalanan ini, ada keputusan yang pasti unutk membuka satu pos misi di daerah itu, hanya belum diketahui di mana letak tempatnya.

Pada 22 Februari 1928, Pastor Pastor Beatus untuk ketiga kalinya melakukan perjalanan ke daerah Landak. Ia masih ditemani oleh Marcellinus Rengkat. Perjalanan ini untuk survei tempat memulai karya misi di daerah Landak. Selain mencari sebidang tanah yang cocok untuk misi, Pastor Beatus juga melakukan pendekatan-pendekatan pada kepala-kepala kampung atau tokoh masyarakat serta demang di lokasi rencana misi akan dimulai. Karena mobil tidak dapat meneruskan perjalanan, mobil ditinggalkan di Bengkayang. Mereka menumpang satu truk yang menuju Kampung Teriak. Atas perintah penguasa Bengkayang, Yang Mulia Tuan van Sloten, mereka dibantu oleh empat orang untuk memikul barang.

Pastor Beatus dan Pak Rengkat meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Mereka mengunjungi 20 kampung untuk sebuah orientasi tempat. Di setiap kampung yang dikunjungi, Pastor Beatus menceritakan pada warga bahwa hendak membuka pangkalan misi. Hal itu juga disampaikan saat bertemu tokoh masyarakat di setiap kampung yang dilintasi. Misi baru akan menetap di suatu kampung jika seluruh masyarakat setuju kehadirannya. Misionaris tidak mau melanggar hak-hak masyarakat atas tanah. Misi tidak ingin memiliki tanah, kecuali atas persetujuan penuh dari pemiliknya.

Hal ini untuk menghindari timbul persoalan tanah yang seringkali rumit perkaranya. Sesudah banyak melakukan keunjungan-kunjungan dan bertemu dengan para kepala kampung juga tokoh masyarakat, maka dipilih dua bidang tanah di kiri kanan jalan dari Bengkayang ke Ngabang. Pada satu bidang tanah itu mengalir sungai Menyuke. Tanah itu berada di Kampung Temiang. Tempat itu dipilih untuk pos misi di Landak, karena Pastor Beatus melihat kemudahan komunikasi dan jaraknya dari Singkawang tidak jauh. Selain itu, upaya kehadiran misi di Kampung Temiang tidak ada yang menghalangi kedatangan misi.

Baca Ini: Buka Stasi Temiang, Pastor Beatus Bertemu Panembahan Landak

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja Kalimantan] 


Setelah mendapat kepastian akan letak dan tempat misi di Landak, pada 1 Maret 1928, Pastor Beatus kembali ke Singkawang. Pada 25 Maret 1928, datang satu fonogram/telepon dari Penguasa (Belanda) di Ngabang bahwa mereka akan berangkat ke daerah itu untuk memastikan tanah yang dipilih. Pastor Beatus diminta bertemu dengan penguasa dan akan dilakukan penyerahan sebidang tanah tersebut secara resmi sebagai hak atas tanah kepada misi.

Pada 25 Maret itu, Pastor Beatus ditemani Marcelinus Rengkat berangkat menggunakan mobil menuju daerah Landak. Sore harinya, mereka sudah tiba di Landak. Mereka menyiapkan sepeda untuk antisipasi jika mobil tidak bisa jalan yang rusak.

Setelah bermalam di Perigi, pada hari berikutnya, mereka menggunakan sepeda menuju Darit. Residen (penguasa Landak) sudah tiba seperempat jam lebih dahulu di Darit. Kontrolir Landak tersebut langsung menyapa dan tampak memiliki niat yang baik. Walaupun penguasa Landak itu beragama Protestan, toh ketika melihat Pastor Beatus dan Ringkat, dia sangat senang.

Tentu keterbukaan kontrolir Landak itu diyakini oleh dua alasan. Pertama terkait dengan urusan kesehatan masyarakat yang penguasa tidak dapat berbuat apa-apa. Harapannya misi akan melakukan hal tersebut. Kemudian hal kedua, misi dianggap dapat melakukan counter terhadap ajaran komunisme, yang sudah mempunyai pengikutnya di Landak. Dia (penguasa) menggangap Gereja Katolik memampu melakukan perlawanan terhadap ajaran komunis tersebut.

Pagi berikut, banyak orang pergi ke tempat lahan yang dipilih oleh misi, Demang Darit dengan Mantri-polisi dan dua opas, Pastor dan Marcelinus. Satu opas mendahului mereka untuk diberitahukan pada masyarakat bahwa yang ingin hadir sudah berada pada tempat tepat waktu.

Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB

Editor: Budi Atemba

Artikel Lain: Stasi Bika Nazareth, Pastor Ignatius Diberi Kehormatan Duduk di Atas Gong Tembaga

 

Selengkapnya