Orang Dayak Berjalan Kaki 20 Km untuk Terima Layanan Medis

September 02, 2022
Last Updated

Lahan yang dipilih Pastor Beatus dengan panjang 100 meter dan lebar 260 meter. terletak di pinggir jalan dan sungai. Satu bidang lahan tampaknya bagus, dengan kontur tanah agak rata, dan agak tinggi dari sungai, sehingga tidak mudah kena banjir.

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja Kalimantan]

PADA lahan itu masih terdapat beberapa pohon buah-buahan milik tiga orang Dayak. Ada pun pohon buah-buahan akan dihitung dan akan dibayar dengan harga sesuai keputusan adat. Pembayaran akan dilakukan saat Pastor Beatus berkunjung pada kesempatan berikutnya. Penguasa Landak memanggil tiga orang pemilik lahan tersebut agar segera dibersihkan dan dibangun rumah sesuai janji kontrolir. Namun, Pastor Beatus memohon agar menunggu hasil pembicaraan dengan Prefek Bos.

Hal ini mengingat kondisi kemampuan finansial misi. Akhir-akhir ini terjadi kemerosotan harga karet yang mengejutkan Mgr. Bos, sehingga sulit membuka misi baru. Syukur pada pemeliharaan Ilahi, yang kadang dalam waktu terdesak tiba-tiba mendapat bantuan. Ini juga terjadi pada misi di Landak sehingga tidak menunda untuk membuka stasi baru.

Pada 15-20 April 1928, kali keempat Pastor Beatus berkunjung ke wilayah Landak. Alasan perjalanan kali ini, ketika berkunjung kali ketiga beberapa orang kampung meminta diberi suntikan untuk menangkal penyakit frambusia (penyakit kulit menular disebabkan oleh kuman terponema pertunue).

Ketika mendengar permintaan tersebut, Pastor Beatus mengatakan, dokter yang bisa memberikan suntikan. Karena tidak ada dokter di daerah Landak, maka Pastor Beatus mengusulkan agar dokter di Singkawang bisa pergi ke kampung tersebut. Atas usul tersebut, dokter langsung bersedia pergi ke kampung tersebut. Maka terjadilah perjalanan keempat tadi. Perjalanan ini diikuti oleh dokter, Pastor Beatus, dan dua suster, yakni Sr. Muder Edwina dan Sr. Theodora. Sr. Muder Edwina bertugas membawa obat yang akan dibagikan, sedangkan Sr. Theodora sebagai koki yang bertanggungjawab atas makanan rombongan.

Kontrolir sangat senang mendengar bahwa dalam rombongan ada satu dokter datang untuk rakyatnya. Dia sangat mendukung dan berjanji untuk membantu segalanya. Seluruh perjalanan akan dibiayai oleh kas Lanskap (Pemerintah). Penguasa Landak juga menyebarkan informasi kampung-kampung yang akan dikunjungi rombongan dokter ini.

Baca Ini: Buka Stasi Temiang, Pastor Beatus Bertemu Panembahan Landak

Rombongan ini menggunakan dua mobil. Mobil pertama ditumpangi dokter dengan pembantunya, satu perawat pribumi, dan sopir. Kemudian mobil kedua, ditumpangi Pastor Beatus, dua suster, Marcelinus Rengkat dan sopir. Selain membawa keperluan kesehatan dan makanan, mereka juga membawa empat buah sepeda. Sepeda digunakan saat mobil tidak dapat meneruskan perjalanan. Sekira pukul empat sore, rombongan itu tiba di pesangrahan di Kampung Perigi.

Di Kampung Perigi, Yang Mulia Raja Ngabang sudah menunggu. Raja mendadak mendampingi seluruh perjalanan misi dan memberi bantuan dengan sebaik-baiknya. Pada malam hari, sudah menunggu lima puluh orang di Kampung Untang untuk disuntik. Keesokan harinya, Marcelinus Rengkat dan kedua suster berjalan terlebih dahulu agar menghindar terik matahari karena mobil tidak dapat digunakan.

Di kampung kedua setelah Untang, telah menunggu satu kelompok masyarakat dengan jumlah 150 orang untuk minta disuntik. Pagi berikutnya, dokter mulai bekerja sejak pukul delapan sampai malam. Hari itu, mereka hanya istirahat selama satu jam setengah. Pada hari itu dokter sudah memberi suntikan 593 orang.

Saat sampai di Darit, Sr. Muder Edwina disambut dengan ratusan laki-laki dan perempuan yang minta obat. Satu polisi bertugas menjaga ketertiban di sekeliling suster karena orang begitu ramai dan berdesakan. Itulah pekerjaan suster-suster pertama yang menginjakkan kakinya di tanah Landak. Selama dua hari, mereka telah melayani 1.090 orang untuk disuntik.

Pagi berikut masih datang beberapa orang Dayak yang berjalan kaki dengan jarak kurang lebih 20 kilometer. Namun, suster dan Pak Rengkat serta petugas kesehatan telah berangkat ke Kampung Kampit (Kampet?). Rombongan tadi menyusul ke Kampit untuk mendapat suntikan, walaupun harus menempuh jarak 20 km lagi. Pada 20 April 1928, mereka kembali ke Singkawang setelah melakukan perjalanan selama dua minggu.

Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB

Editor: Budi Atemba

Artikel Lain: Kontrolir Landak Senang Misi Membuka Stasi di Kampung Temiang

Selengkapnya