Sekolah Hoi Sen di Siantan Ganti Nama jadi Sekolah Kanisius

September 07, 2022
Last Updated

Periode 1937-1939, Bruder Canisius berangkat ke Beijing untuk mendalami bahasa Mandarin. Hasil kuliah di Peking University tersebut memberi sumbangan berarti dengan berwujud buku yang ditulisnya dengan judul “Het Chinese Hakka Dialekt”.  Selain Bruder Canisius yang menekuni bahasa Mandarin, Bruder Leo Geers yang pada akhir 1930 menulis buku pelajaran dan ungkapan sehari-hari dengan bahasa Hakka.

[Foto: Dok. Bruder MTB]

Setelah dibuka tahun 1908, Stasi Pontianak juga memiliki sekolah untuk anak-anak Tionghoa. Sulit berkembang karena tenaga pastor masih sedikit dan tidak memiliki sertifikat mengajar. Hal itu berimplikasi pada bantuan subsidi karena terbentur dengan syarat-syarat standar dari pemerintah.

Tahun 1924, Mgr Bos meminta agar para bruder juga membuka rumah di Pontianak untuk menangani sekolah HCS. Usul Mgr Bos itu disetujui oleh pimpinan umum di Belanda. Pada Juni 1924, Bruder Betrandus, Bruder Rufinus, Bruder Edmundus, dan Bruder Gonzaga tiba di Pontianak. Setengah tahun kemudian, Bruder Rufinus kembali ke Singkawang menggantikan Bruder Maternus yang diangkat menjadi pimpinan rumah di Pontianak dan Kepala HCS Pontianak.

Dalam catatan kutipan tahun 1924, Mgr. Bos menulis, “Apa yang kami harapkan pada tahun 1924? Pertama-tama kami mengharapkan Bruder-bruder MTB datang juga di Pontianak. Tanggal 1 Juli 1924, mereka akan mengambil alih sekolah Belanda-Cina umum dari Gubernemen dan mengubah dalam satu sekolah Katolik swasta. Gadis-gadis yang sekarang masih di sekolah itu akan pindah ke sekolah Suster.”

Dalam catatan lain, Mgr Bos menulis, “Satu peristiwa yang menggembirakan misi adalah kedatangan Bruder-bruder MTB, Juni yang lalu, di Pontianak.”

Baca Ini: Dari Huijbergen, Lima Bruder MTB Naik Kapal Api Patria Menuju Borneo


Pemberkatan Sekolah Hoi Sen di Siantan pada tahun 1935 - Foto: Dok. Bruder MTB


Harapan Mgr Bos agar para bruder datang juga di Pontianak terwujud. Di Pontianak ada tiga sekolah, yakni HCS milik pemerintah, HCS milik Pastor Kapusin digabung menjadi HCS Bruder, dan HCS milik suster tetap tersendiri. Sejak 1 Juli 1924, Bruder Maternus mulai mengepalai HCS Bruder dan HCS Suster. Dengan demikian, tiga sekolah itu, dua di antaranya dikepalai Bruder Maternus, sedangkan anak-anak perempuan pada sekolah itu akan pindah ke sekolah HCS Suster. Bruder Maternus menjadi Kepala HCS tersebut sampai tahun 1930.

Asrama St. Mikael dipimpin oleh Bruder Damianus dengan jumlah penghuni sebanyak 70 anak. Selain di sekolah HCS, para bruder juga membantu mengajar di seminari Pontianak yang dibuka pada tahun 1933. Bruder Cornelis diberi tugas membantu Pastor Justinianus yang menjabat sebagai Direktur Seminari Pontianak.

Pada tahun 1935, Bruder MTB diminta mengambil alih sekolah Tionghoa di daerah Siantan. Gedung sekolah ini kecil dan sudah agak lapuk. Hoi Sen, nama sekolah itu dikenal, yang berarti Bintang Laut. Setelah dua tahun, para bruder mendirikan gedung baru sekolah Hoi Sen ini, di atas tanah dengan ukuran 60x200 meter yang telah dibeli oleh para bruder.

Bruder Canisius menjadi sosok penting dan menjadi pionir atas sekolah Hoi Sen yang kini menjadi Sekolah Dasar Kanisius Siantan. “Bruder Canisius selama kurang lebih 25 tahun bolak-balik dari Bruderan Patimura menyeberangi Sungai Kapuas untuk mengajar di Sekolah Dasar Siantan ini, hingga ia kembali ke Belanda pada tahun 1960,” kata Bruder Bernulfus dalam dokumen para Bruder MTB.

Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB

Editor: Budi Atemba

Artikel Lain: Stasi Sambas; Misionaris Pinjam Uang pada Tauke agar Bisa Terus Bertahan

Selengkapnya