Sekolah Misi di Kampung Bali Dibom Jepang, 27 Siswa Dinyatakan Tewas

September 29, 2022
Last Updated

Radio Hilversum mengabarkan bahwa Belanda telah diserang tentara Jerman. Kabar itu membuat para misionaris baik di Pontianak maupun Singkawang gelisah. Lalu tersiar juga kabar jika Pearl Harbour diserang Jepang, yang kemudian menguasai Indonesia dan Asia Pasifik. Jepang juga membombardir Pontianak, termasuk sekolah misi 'HCS' di Kampung Bali. Sebanyak 27 siswa di sekolah tersebut dinyatakan tewas. Misionaris terbelah. Ada yang bertahan di Pontianak, sebagian mengungsi ke pedalaman.

[Foto: Dokument Bruder MTB]

Pada 10 Mei 1940, Para Bruder MTB baru saja pulang dari kuburan. Sore hari, mereka mendengar berita radio Hilversum, negeri Belanda telah diserang oleh tentara Jerman. Apa yang mereka pikirkan sejak lama, menjadi kenyataan pahit. Malam hari, para bruder di Singkawang dan Pontianak dan misionaris lainnya terus mencari informasi mengenai perkembangan situasi Belanda setelah dibombardir melalui berbagai stasiun radio, baik stasiun di Batavia, London, Tokyo, dan Hilversum.

Radio Hilversum menyiarkan, Jerman telah meluluh-lantakan Kota Rotherdam dan kota lain di Belanda dengan bom yang dahsyat pada 14 Mei 1940. Dari seluruh berita yang menyedihkan itu, hanya ada satu kabar baik, Ratu Wilhelmina dan Pemerintah Belanda dapat mengungsi di London.


Hari-hari berikutnya bagi orang Belanda, sebagai hari yang tidak menggembirakan, terutama bagi para misionaris yang tidak dapat lagi berkomunikasi dengan keluarga di Belanda. Komunikasi dengan Belanda otomatis putus.


Meskipun demikian mereka tetap melakukan tugas-tugas sebagaimana biasanya walaupun rasa khawatir dan was-was. Namun tidak membunuh harapan dan rasa syukur mereka. Hal ini dapat dilihat dari dicatatan Br. Bernulfus; “Pada Agustus 1941, masih dirayakan perayaan pesta perak Br. Bertrandus MTB dengan mengundang para pastor dan suster.”


Pada 8 Desember 1941, berkenaan dengan hari Raya Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda Asal, bagi para Bruder MTB merupakan hari raya bagi Pelindung Kongregasi. Ketika selesai ekaristi meriah, terdengar dari berita radio, Pearl Harbour telah diserang oleh Jepang yang kemudian secara perlahan-lahan menguasai wilayah Indonesia dan Asia secara keseluruhan. Dengan penyerangan ini menandai perang Asia Pasifik dimulai.


Di Hindia Belanda (Indonesia), Gubernur Jenderal Jonkeer Tjarda Van Starkenborg Stachouwer mengumumkan, seluruh pengawai dan serdadu di Hindia Belanda diwajibkan melakukan angkat senjata dengan Jepang. Begitu juga di Kalimantan Barat. Residen Spoor mengumumkan pada pegawai-pegawai sipil Belanda bergabung dengan pasukan tentara dan polisi untuk menghalau Jepang. Para serdadu Belanda pada saat itu diperintahkan juga untuk menguasai lapangan terbang Singkawang II yang terletak di Sanggau Ledo. Kemudian bagi wanita Belanda dan anak-anak diungsikan ke Pulau Jawa.


Siang itu pesawat terdengar dari jauh, meraung-raung di atas kota Pontianak. Tidak ada satupun yang tahu bahwa itu pesawat Jepang. Hal itu terjadi pada Jumat, 19 Desember 1941 sekira pukul 12 siang. Sembilan pesawat Jepang membombardir Pontianak. Salah satu bom itu jatuh di Sekolah HCS di Jalan Bali (sekarang Jalan Sisingamangaraja) dan menewaskan 27 anak sekolah dan ribuan korban luka-luka yang menimpa warga Pontianak.


Tidak lama setelah pengeboman, pesawat terbang Belanda menghalau pesawat-pesawat Jepang tersebut. Pesawat Jepang kembali ke pangkalan Pearl Harbour. Berita pengeboman ini cepat tersiar ke berbagai tempat. Saat pengeboman tersebut ada seorang wartawan berada di Pontianak.


Dalam situasi genting ini, para misionaris berpikir keras untuk menyelamatkan diri dan anak asrama dan anak sekolah. Ada pembicaraan agar para misionaris di Pontianak mengungsi ke pedalamanan. Namun, kurang mendapat respon dari mayoritas misionaris yang ingin tetap bertahan di Pontianak. Tidak ada larangan jika beberapa misionaris hendak mengungsi di pedalaman.


Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB
Editor: Budi Atemba

Selengkapnya