Seminari di Pontianak Ditutup, Misionaris Buka Seminari di Nyarumkop

September 27, 2022
Last Updated

[Foto: Borneo Almanak & Sumbangan Gereja Kalimantan]

Ketika Jepang berkuasa, seminari di Pontianak ditutup. Para misionaris ditahan oleh Jepang di Kamp Lintang, Kuching. Usai perang, misionaris kembali melakukan karya pastoral. Mereka kemudian membangun seminari baru di Nyarumkop.

Setelah kembali dari internir kamp Jepang pada tahun 1945, belum dipikirkan kembali pembukaan seminari di Pontianak. Para misionaris menata kembali karya-karya pendidikan, kesehatan, dan karya pastoral di stasi-stasi. Pada April 1951, seminari dibuka di Nyarumkop. Sekarang misi mulai membangun gedung khusus untuk seminari yang luas dengan diding dan lantai semen.

Untuk pembangunan ini banyak bantuan dari warga kampung Nyarumkop dengan kerja bakti bersama anak-anak sekolah membawa batu dan pasir. Ada juga yang meratakan tanah gundukan di mana akan dibangun gedung tersebut. Kurang lebih satu tahun gedung seminari dan asrama telah selesai dibangun.

Pada Minggu, 6 Januari 1952, yang juga hari Raya Pesta Tiga Raja, gedung ini diberkati secara meriah. Hadir dalam acara pemberkatan ini antara lain; Mgr. L. Van Kessel, SMM Prefektur Apostolik Sintang, Mgr Tarcisius van Valenberg (Vikaris Apostolik Pontianak), Pastor Pasifikus Bong, OFMCap, dan Pastor Honorius OFMCap, Superior Kapusin, Pastor Kleijn, CP, Superior CP dari Ketapang. Perayaan ekaristi dipimpin oleh Mgr. Tarcisius van Valenberg, OFMCap dan pemberkatan dilakukan oleh Mgr. van Kessel, SMM, sedangkan kotbah dilakukan oleh Pastor Honorius, OFMCap. Acara pemberkatan dan ekaristi ini dimulai dengan perarakan secara meriah dan paduan suara yang dipandu oleh Jacobus Saman dengan diiringi organis, Br. Lebuinus.

Selesai ekaristi, sekira 11.00 WIB, resepsi di gedung seminari. Acara resepsi dipandu Jacobus Saman yang juga seorang kepala sekolah dan guru di Nyarumkop. Selain makan siang, ada kata sambutan dari orang-orang penting. Tidak luput juga perwakilan siswa seminari. Sambutan pertama diberikan pada Ngumbang, mewakili siswa seminari. Kemudian M. Andjiu mewakili umat Katolik. Setelah itu FC Palaoensoeka sebagai anggota parlemen, selanjutnya Mgr. L. Van Kessel, SMM dan Mgr. Tarcisius van Valenberg, OFMCap.

Hadir juga Pastor Andreas Ly, Superior CDD dari Pontianak, Pimpinan Bruder MTB dari Pontianak dan Singkawang; dua orang anggota parlemen, penilik sekolah dari Singkawang dan Bengkayang; Demang dari Pahauman dan Bengkayang.

Dalam resepsi ini secara istimewa diucapkan terima kasih pada Bruder Lebuinus, kepala tukang pertukangan Singkawang. Ia telah mengerahkan tenaga dan pikiran bersama anak-anak pertukangan, tokoh masyarakat dan warga Nyarumkop, para penderma antara lain kelompok pramuka orang Cina dari Pontianak. Dana yang dikumpulkan sebesar Rp1.655. Orang-orang Pahauman yang mengumpulkan dana Rp850. Gedung seminari baru ini diberi nama pelindung St. Paulus.

Gedung baru seminari ini memiliki panjang bangunan 52 meter dengan lebar 10 meter. Ada satu kamar mandi umum dan toilet, gudang dan dapur yang belum selesai dengan panjang 20 meter. Pada lantai bawah, terdapat 3 ruang kelas besar, kamar makan dan kapel, ditambah dengan beberapa kamar. Sedangkan loteng, terdiri atas 1 kamar tidur untuk pembina dan satu kamar untuk yang sakit dengan 4 tempat tidur. Ruang tidur siswa seminari berbentuk los dengan panjang 40 meter. 

Pada akhir acara, panitia meminta penilik sekolah, I Kaping untuk memberikan kata sambutan. “Kami sangat terkesan oleh apa yang dibuat di sini untuk rakyat. Kemudian kami juga ingat akan banyak hal baik yang orang Dayak Kalimantan peroleh dari Misi, baik sebelum perang, maupun sesudahnya. Misi membuktikan sangat jelas bahwa tidak sama dengan kolonial, sebab misi hanya mencari kepentingan-kepentingan rakyat disetiap di mana dia kerja. Kami ucapkan banyak terima kasih untuk itu. Dan tentu juga kami harapkan agar kerja sama dari Misi dengan pemimpin-pemimpin Dayak selalu baik dan tokoh masyarakat, terutama dalam waktu yang sulit ini sesesudah perang,” kata Kaping.

Pada hari yang sama, sekira pukul 18.00 WIB dilaksanakan ibadat sore pujian meriah di gereja. Sesudah itu dilanjutkan dengan makan malam bersama. Pada malam itu, tampil sandirawa dari siswa SGB dan SMP serta seminari yang dilatih oleh Bruder Bernulfus, MTB. Pementasan sandiwara dipusatkan di depan pastoran. Penonton duduk di ruang terbuka. Ketika pementasan sandiwara yang berjudul Raja yang Keempat baru dimulai, hujan turun. Semua kecewa terutama Bruder Bernulfus dan para pemain. Demikianlah acara pemberkatan dan peresmian pada bangunan gedung baru di Nyarumkop yang begitu meriah dan antusias dihadiri oleh para tokoh penting terjadi pada saat hari itu.

Gedung seminari telah dibangun. Secara fisik hal itu dapat dimulai untuk dipakai baik untuk tempat tinggal dan aktivitas pengembangan pribadi siswa seminaris. Untuk memulai dengan seminari yang baru ini, diangkat Pastor Canutus sebagai pemimpin probatorium dan Pastor Martinus sebagai Direktur Seminari Menengah. Sedangkan jumlah siswa seminari yang telah ada waktu itu sebanyak 17 orang, yang terdiri atas 10 orang kelas pertama dan 7 orang kelas persiapan.

Dari seminari ini telah tercatat sejarah bagi kemajuan masyarakat dan umat Katolik di Kalimantan Barat. Harus diakui, dari tempat ini, telah melahirkan tokoh politik dan tokoh masyarakat setelah kemerdekaan seperti; FC. Palaoensoeka, JC. Oevaang Oeray, Djaelani, I. Kaping, dllnya. Paling penting meneruskan karya misi ialah tiga uskup yang berasal dari kalangan etnis Dayak ditempa di Seminari St. Paulus Nyarumkop, antara lain; Mgr. Hieronimus Bumbun, OFMCap, Mgr. Agustinus Agus dan Mgr. Samuel Oton Sidin, OFMCap. Ditambah lagi telah melahirkan sejumlah imam dan tokoh masyarakat yang berperan aktif dalam berbagai bidang di berbagai daerah di Kalimantan dan luar Kalimantan.

Penulis: Br. Kris Tampajara, MTB

Editor: Budi Atemba

Artikel Lain: Pastor Nazaar kepada Seminaris: Anak-anak, Jalan Terus. Itu tanah kalian!

Selengkapnya