Kisah Lima Bruder MTB Pertama dari Huijbergen Berkarya di Kalimantan

November 15, 2022
Last Updated

“…muncul suatu kerinduan umum dalam kongregasi untuk berkarya di suatu daerah misi. Sering dibicarakan tetapi tak seorang pun menyangka hal itu bisa sedemikian cepat terealisasi.” --- Br. Edmundus van Mechelen (1892-1973)

[Foto: Dokument MTB]

Pasifikus Bos hampir putus asa. Imam kapusin yang sejak 1905 menjadi misionaris di pesisir barat pulau Kalimantan itu pusing karena kekurangan tenaga dalam mengelola asrama yang dibangun di Singkawang. Bos memerlukan tenaga bruder yang memiliki sertifikat mengajar untuk membantu mengelola asrama. Bos, yang diangkat sebagai Vikaris Apostolik di Kalimantan pada 1918, mengirim surat kepada pemimpin umum Bruder MTB (Maria Tak Bernoda) di Huijbergen, Provinsi Breda, Belanda.

Bruder Silvester de Maat, yang saat itu menjadi pemimpin umum para Bruder MTB, tak segera menjawab surat Bos. Kalimantan, kala itu masih menjadi bagian Hindia Belanda, bukan wilayah yang mudah dijangkau. Jalan raya belum ada. Jalur transportasi utama adalah sungai-sungai. Riam-riam dengan arus yang deras menunggu pada tiap lekukan sungai. Kiri kanan sungai, hutan rimba dan pergunungan masih sangat lebat.


Buku Huijbergen dan Ujung-ujung Dunia periode 1854-2004 dan buku Mengenang para Pendahulu MTB mengisahkan, pada 1920, Mgr. Bos menerima surat jawaban dari Br. Silvester. Bos berharap isi surat balasan itu menggembirakan. Dia benar-benar memerlukan tenaga untuk membantu mengelola asrama di tanah Borneo. Uskup Bos membuka surat jawaban dari Br. Silvester. Pada akhir halaman pertama berbunyi, “…kiranya kami akan dengan senang hati membantu, tetapi….” Uskup Bos berhenti membaca. Ia mengeluh, “lagi-lagi hampa….”


Ia tak melanjutkan membaca surat jawaban dari Br. Silvester. Surat itu diletakkan di meja. Namun, rasa penasaran menghinggapi Uskup Bos. Pada malam hari, ia membaca kembali surat itu. Seketika Bos tersenyum. Bruder-bruder MTB siap ke Kalimantan. Surat Uskup Bos datang pada saat yang tepat.


Pada September 1920, Pemimpin Umum Bruder-bruder MTB, Br. Silvester de Maat menerbitkan surat edaran, yang menyatakan bahwa semua bruder bebas mendaftar sebagai calon misionaris, namun bukan berarti mereka pasti dikirim. Para bruder yang nantinya terpilih diperkenankan cuti sebentar ke Belanda setelah berkarya dalam pelayanan selama sepuluh tahun. Sebelum berangkat, bagi mereka yang terpilih, diberikan waktu satu bulan untuk tinggal bersama keluarga dan bruder lainnya, yang mungkin saja tidak akan melihatnya lagi.


Tidak diketahui secara pasti berapa orang yang mendaftar sesuai surat edaran pemimpin umum. Mungkin ada puluhan orang. Namun, tidak semua bruder bisa dipilih karena diyatakan tidak layak dan daya tampung di Kalimantan yang terbatas. Akan tetapi, periode 1921-1926, ada 14 bruder yang diberangkatkan ke Kalimantan. Br. Silvester kemudian menulis bahwa, “setiap komunitas yang didirikan di daerah misi akan tunduk pada rumah induk.” Itu berarti, segala keputusan penting oleh pemimpin komunitas di Kalimantan perlu persetujuan dari Dewan Agung. Komunitas mesti menunggu lama untuk mendapatkan persetujuan Dewan Agung karena komunikasi melalui pos laut.


Hari yang ditunggu tiba. Pada 21 Januari 1921, lima orang bruder berasal dari Brabant siap berangkat ke Kalimantan. Usia mereka rata-rata 30 tahun. Mereka adalah Br. Canisius van de Ven (overste pertama), Br. Seraphinus van Tilburg, Br. Maternus Brouwers, Br. Longinus van Spreeuwel, dan Br. Leo Geers. Pada hari keberangkatan digelar misa suci. Misa ini dipersembahkan oleh Mgr. Pasifikus Bos di gereja miliki kapusin. Gereja itu berada di Jalan Schorsmolen, Breda. Kelima bruder terpilih itu akan berangkat bersama Mgr. Bos ke Kalimantan.


Usai misa, mereka mengucapkan selamat jalan. Bersama Mgr. Bos, lima bruder tadi menaiki dokar menuju Rotterdam. Mereka menghilang di tikungan jalan. Dari Rotterdam, mereka menumpang kapal api Patria. Seperti penumpang kapal lainnya, mereka mengirim surat yang menceritakan pengalaman selama perjalanan. Ada badai di Teluk Biskai, birunya Laut Tengah, panas menyengat di Samudera Hindia, ikan-ikan terbang, dan Bintang Salib selatan yang begitu cemerlang.


Pada 10 Maret 1921, rombongan Mgr. Bos yang membawa lima bruder tiba di Singkawang. Mereka disambut gembira oleh pelayan gereja yang sudah lebih dahulu berdomisili di daerah misi tersebut. Mereka kemudian menempati rumah seorang Tionghoa yang berada di samping pastoran. Rumah itu sudah reot berdiri di antara pohon karet dan kelapa.


Admin


Artikel Lain: Dari Huijbergen, Lima Bruder Naik Kapal Api Patria Menuju Borneo

Selengkapnya