Nyantrik; Celana Jeans dan Kisah Novel Terlarang (Bag. 4)

November 22, 2022
Last Updated

Bus tingkat di Kota Solo pada tahun 90-an. [Foto: Solo Zaman Dulu]

Pada suatu hari,

"Akhi¹, antum-antum tahu kalo antum pakai jeans,  antum itu tasabuh (menyerupai) kaum kafir."

"Iya, akhi. Tapi ana boleh tanya ke antum, Antum²  kalau pulang ke rumah naik apa?"

"Naik bus, Paling hanya satu jam sudah sampai rumahku di Wonogiri."

"Lha kok nggak naik onta, akhi. Bus itu dibuat sama orang kafir lho."

(Langsung diam, memperlihatkan wajah yang tidak suka dan bicara tentang dalil dalil dari kitab suci dan hadits Nabi).

Dialog di atas benar-benar terjadi, mungkin detil dialognya nggak sama. Dialog ini terjadi saat saya (setelah sekian bulan saya putuskan keluar dari pondok) berkunjung ke asrama pondok Ngruki untuk ambil beberapa barang saya yang masih ketinggalan.

Saat saya masuk pondok pesantren Ngruki, aturan berpakaian santri masih didominasi layaknya busana santri pada umumnya, sarung dan peci hitam dengan atasan baju lengan panjang atau kaos oblong. Ada juga yang sudah memakai gamis putih dipadu dengan kopiah putih khas pak haji.

Nah, untuk pemakaian celana. Kami diwajibkan memakai celana kutung atau celana dengan panjang di atas mata kaki. Jika panjangnya melebihi itu, pasti akan dipotong secara ngawur dan sembarangan oleh pengasuh pondok atau oleh Qismul Amn (bagian Keamanan). Model celana, kaos, dan baju para santri cenderung seragam. Namun ada juga santri yang orangtuanya termasuk kaya, biasanya memakai pakaian yang bermerk. 

***

Merk yang di tahun 90-an adalah merk yg cukup bonafid dan mahal pada saat itu. Untuk T-Shirt merk C59 lazim saya temukan dipakai kawan santri yang anak tajir. Mereka juga punya kaos yang berkerah merk Osella (Kodok Payungan), Hammer, Country Fiesta dan beberapa merk lainnya. Celana jeans sangat dilarang dan tidak diperbolehkan dipakai di area Pondok Pesantren. 

Celana panjang berbahan katun yang hits pada masa itu seperti merk OXA dan Watchout biasa saya temui dipakai santri yang tajir. Kalau untuk baju, masih relatif sama dan tidak banyak yang bermerk. Nah, celana-celana bermerk yang saya ceritakan di atas, jika mau dipakai di lingkungan pondok, suka tidak suka harus dipotong sesuai aturan yaitu di atas mata kaki.  Kalau tidak dipotong akan disita oleh Qismul Amn. 

Namun ada saja akal-akalan santri agar celana branded yang mereka punya tidak kena razia. Ada yang dititipkan kepada orang-orang yang rumahnya dekat pondok, ada juga yang disembunyikan di titik titik tertentu yang mereka buat sendiri untuk bisa menyembunyikan barang terlarang. Nah, tempat persembunyian barang terlarang tentu tidak hanya celana, ada juga komik komik yang hits di masa itu seperti Komik Tiger Wong³, bahkan Novel Nick Carter⁴ pun ada juga. 

Pada tahun itu, yang sedang menjadi trend adalah celana model Baggy. Celana yang menggelembung di bagian paha, dan semakin ke bawah mengecil. Jika ada santri yang nekat memakai model itu, jangan harap selamat dari hukuman. Celananya akan disita dan dibakar.

Razia-razia yang dilakukan Qismul Amn itu bisa dilakukan seminggu sekali. Razia lemari milik para santri bisa ditemukan banyak hal yang terlarang, namun definisi 'terlarang' kadang ikut selera bagian Qismul Amn. Kalau bacaan macam Nick Carter itu pantas jika terlarang. Namun yang pernah saya alami saat buku-buku pengetahuan umum yang saya beli di toko buku bekas Sriwedari Solo dirampas dan dibakar oleh Qismul Amn, saya jadi sakit hati. Alasannya karena tidak mengandung ajaran agama dan tidak ada tulisan Arab-nya. 
Kejadian inilah yang memicu saya menjadi "bengal", liar, dan nakal. 

***

Kembali ke cerita celana branded dan bermerk. Jatah pesiar (jalan-jalan) para santri itu tiap hari Jumat dua minggu sekali bergiliran dengan santri putri. Jika Jumat ini untuk santri putra, maka dipastikan Jumat depan untuk santri putri. Pada saat pesiar inilah, koleksi celana dan kaos polo bermerk dipakai para santri tajir.

Sehari-harinya hanya berpenampilan lusuh, sarungan dan kopiah, pun baju kusut tidak disetrika. Jika hari Jumat jatah pesiar, para santri dandan bak foto model jaman itu. Saat itu kota Solo ada satu mall besar, namanya Singosaren Plaza. Di tempat inilah jadi tempat nongkrong para santri. Walaupun buat kami yang santri miskin hanya window shopping, harga-harga di mall tersebut nggak terjangkau oleh uang saku kami. Hawong yang penting halan-halan ke kota koq.

Bahkan untuk jalan-jalan tadi, kita memang jalan kaki dari Pondok ke arah Singosaren dan Pasar Klewer. Jarak dari Ngruki ke Singosaren mungkin sekitar lima kilometer lewat jalanHonggowongso ke arah Pasar Kembang Kota Surakarta. Kalaupun ada uang, mending buat jajan soto dan es teh yang jaman itu masih terjangkau oleh kami santri missqueen.

Nah, kalo saya pribadi saat jatah pesiar lebih suka naik bus tingkat. Saya naik bus tingkat dari sekitar Patung Slamet Riyadi atau daerah Pringgolayan dan turun di Terminal Kartosuro. Kemudian dari Kartosuro naik bus tingkat lagi ke arah Kantor Pos Gladak. Turun di Gladak saya jalan ke alun-alun dan Pasar Klewer, nanti Jumatan di Mesjid Agung kota Solo. Pesiar naik bus tingkat keliling Solo ini menjadi hiburan yang sangat menyenangkan buat saya. 

Nah, rasa kecewa dan marah saat buku-buku saya dibakar oleh Qismul Amn, bertemu dengan kesenangan saya untuk jalan-jalan keliling Kota Solo menjadikan saya punya hobby untuk keluar asrama tanpa izin. Nanti saya ceritakan di tulisan berikutnya. Insha Allah.

Penulis: Didien Khoerudin


Keterangan:
¹ Akhi: Saudaraku atau panggilan Bro 

² Antum: biasa diartikan kamu. Aslinya berarti kalian dalam bahasa Arab.

³ Komik Tiger Wong: Komik berseri yang menjadi trend pada awal 90-an. 

⁴ Novel Nick Carter: Novel yang bercerita tentang seorang agen rahasia, di dalam cerita diselipkan adegan pornografi yang menceritakan hubungan seksual secara eksplisit.

Selengkapnya