Nyantrik; Menjadi Dewa Nggitar (Bag. 3)

November 20, 2022
Last Updated

Hidup dan tinggal di asrama pondok pesantren tentu harus siap tinggal bersama dengan sekian banyak teman sebaya. Asrama untuk tempat tidur kami kira kira luasnya 5x6 M2 yang dihuni sekitar 15 - 20 an orang santri yang terdiri 10 santri Shigor, 6-7 santri Mutawasith dan satu dua orang santri Kibar (Senior) yang menjadi ketua kamar (Rais Ghurfah).

Kamar diatur membentuk huruf U atau huruf O dengan menempatkan masing masing lemari punya santri sebagai penanda itu wilayah tidurnya. Untuk tidur kami hanya diperbolehkan menggelar tikar atau kasur tipis dengan bantal yang banyakan sudah bau karena iler. 

Untuk punya kasur atau tikar kami bisa beli di koperasi milik Pondok. Kasur masih termasuk barang mahal buat sebagian besar dari kami santri miskin dari kampung. Di koperasi pondok, santri dan warga pesantren bisa membeli keperluan sehari hari, obat obatan sampai jajanan snack dan lain sebagainya.

Jika ingin mandi, di asrama menyediakan kamar mandi dengan model bak berderet namun dengan tiap kamar mandi tertutup. Dalam satu deret bisa sejumlah 5-10 kamar mandi. Waktu itu di asrama, untuk mengisi air di bak mandi sudah memakai mesin pompa. Satu kali antrean kamar mandi dipakai untuk sekitar 10 atau 15 santri. 

Kalau mandi tentu saja menjadi ajang lomba cepet cepetan dapat kamar mandi. Semua aktivitas di asrama dijadwal dengan ketat, sebagai penanda adalah bunyi bel. Aktivitas untuk mandi, nyuci sampai buang air di pagi hari dimulai sejak menjelang salat Subuh. Tetapi para santri lebih memilih mandi setelah aktivitas ngaji bersama bakda Subuh di masing masing kamar. Sekira jam 05.30 mulailah kami berebutan antri kamar mandi. 

Teriakan "BAKDA KA MAN" (siapa yang antre setelah kamu?), menjadi ciri khas para santri untuk bertanya giliran berikutnya yang akan mandi. Aktivitas antrean mandi ini kita bisa lihat bentuk asli teman teman. Namanya saja anak remaja usia anak baru gede, mayoritas kemproh semua. Yang namanya kemproh (apa bahasa Indonesia-nya ya?) pasti ada akibatnya. Salah satunya ya gudigen alias eksim atau korengan dalam bahasa Indonesia salah satu nama penyakit kulit.

Yang pasti saat itu, 99% santri pasti ngalamin yang namanya gudigen. Sampai itu disebut sebagai Sunnah Pondok. Padahal penyakit ini diakibatkan karena kemproh, tidak rajin membersihkan diri. Alat mandi pun kadang dipakai bersama. Mungkin ada juga yang pakai sikat gigi yang sama. Yang lebih jijik lagi, ada yang celana dalamnya jarang ganti, sampai bolong bolong.

Kalau sudah terjangkit gudigen, aktivitas garuk garuk jadi diolok menjadi Dewa Nggitar. Mirip orang yang main gitar. Cara nggitarnya kawan gudigen waktu tidur jadi hiburan buat kami, karena sering nggak sadar yang bersangkutan "Nggitar" di area segitiga (ber) pengaman. 

Penulis: Didien Khoeruddin

Selengkapnya