Nyantrik; Saya Teringat Asmar Latin Sani, Eksekutor Bom di Hotel JW Marriot (Bag. 2)

November 18, 2022
Last Updated

Foto Asmar Latin Sani yang berdiri di sebelah kiri, agak mencodongkan badan ke depan. [Foto: Koleksi Didien Khoerudin]

Sebagai anak baru gede (ABG) tahun 90-an yang kebetulan nyantri di sebuah pesantren, tidak tahu kenapa saya kenal dan menikmati musik cadas dari beberapa grup musik metal dunia kala itu. Khususnya Metallica. Saat Black Album dirilis Metallica tahun 93, saya beli bersama Album Use Your Illusion II (sampul biru) punya Guns N' Roses. 

Jangan bayangkan bahwa jadi santri cuma dzikir dan i'tikaf di Masjid, ada sebagian dari kami yang Mursal, suka dengan hal hal yg biasa dialami oleh para ABG di luar Pondok. Namun hal tsb menjadi sebuah pelanggaran serius dari nilai nilai Islam yang kami pegang. 

Di tahun kedua saya nyantri (tahun 1990) saat itu berusia 14 tahun, saya mulai tergoda untuk keluar tipis-tipis ke arah kampung Ngruki. Hanya sekadar jalan-jalan. Jika sehabis salat ashar kami diperbolehkan jalan-jalan sore di lahan dan kebun tebu di bagian belakang pondok. 

Pernah kejadian di tengah-tengah kebun tebu yang rimbun berkumpul sekitar belasan santri laki laki yang coba-coba merokok dan tidak ketahuan. Tapi sialnya ada satu santri yg kebablasan merokok lagi di WC asrama dan ketahuan oleh Qismul Amn. 

Saat santri itu diinterogasi, dia mengaku sudah merokok berkali-kali, salah satunya di kebun tebu belakang pondok. Dia malah membocorkan semua temannya yg ikut Persekutuan Ahli Suni alias Nyusu Geni. Malam itu sebuah rekor tercipta di Pondok Ngruki. Ada 25 orang santriwan Ngruki digundul rame-rame oleh anggota Qismul Amn dibantu beberapa ustaz muda. 

Hukuman gundul kepala itu termasuk kategori hukuman berat. Selain merokok, jenis pelanggaran berupa menonton film di bioskop, keluar asrama pondok tanpa izin, dan pacaran dengan lawan jenis termasuk di dalam kategori pelanggaran berat. Selain digundul, santri yg terkena hukuman juga dikasih tambahan tugas untuk meminta tanda tangan tiap pagi dan sore kepada beberapa ustaz. Untuk mendapatkan tanda tangan ustaz yang bersangkutan, tentu saja si santri dimanfaatkan oleh si ustaz untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah tangga. Seperti menyapu rumah, mengepel, mencuci piring, dan lain-lain. 

Biasanya ustaz yang saya maksud di atas sudah berumah tangga dan mengontrak rumah di sekitar pesantren Ngruki. 

*** 

Kembali ke kisah musik tadi. Pada tahun 1991, saat itu Iwan Fals dan beberapa kawannya membuat sebuah konser dengan tajuk Kantata Takwa. Mereka pernah mengadakan konser di Sriwedari pada tahun 1991 itu. Ada beberapa santri yang nekat jalan kaki keluar asrama tanpa izin untuk nonton konser tersebut. Beberapa di antaranya teman seangkatan saya sewaktu masuk Ngruki. Tiga orang dari Sumatera. Mujib anak Palembang, Indrayanto dan Asmar dari Bengkulu. 

Saat pulang konser, ketiganya tertangkap basah oleh Qismul Amn saat tengah malam mencoba memanjat tembok dari arah Sungai Cemani (Pondok Ngruki terletak di sebelah Sungai). Pada pagi harinya, ketiga kawan ini digunduli kepalanya dengan berbagai style rambut, si Mujib dengan gaya punk, Indrayanto dan Asmar digunduli bagian tengah saja disisakan bagian pinggir. 

Mereka bertiga diarak keliling asrama pondok dengan tujuan untuk dipermalukan. Mungkin saat itu kami ketawa, namun kalau ingat sungguh kasihan nasib mereka. Teman saya Mujib dari Palembang menjadi seorang Kyai di kotanya. Indrayanto dari Bengkulu, saya sudah tidak tahu kabarnya. 

Asmar? 

Jika pembaca ingat kejadian bom Hotel JW Marriot tahun 2003, teman saya yang bernama lengkap Asmar Latin Sani adalah eksekutor di dalam mobil Kijang yg meledak di lobby Hotel JW Marriot. 

Penulis: Didien Khoerudin

Selengkapnya