Ini Lima Pastor yang Diangkat menjadi Uskup Agung Pontianak

December 11, 2022
Last Updated


Pada 29 April 1906, Pastor Jan Pasificus Bos OFMCap yang sudah tiba di Singkawang setahun sebelumnya, pertama kali berkunjung ke Pontianak. Dari kunjungan itu, Pastor Bos yang ditunjuk sebagai prefek untuk wilayah pelayanan Borneo bagian barat berniat membuka stasi.  

Prefek Bos kemudian mengutus Pastor Beatus untuk menetap di Pontianak selama satu bulan. Pastor Beatus berangkat pada 31 Desember 1906 dan menginap di rumah Tuan Leyzer-Vis, seorang kaya yang memiliki pabrik minyak kelapa di Pontianak. Prefek Bos menugaskan Beatus untuk melakukan observasi terhadap umat Katolik yang jumlahnya sekitar 20 orang dari etnis Tionghoa.

Hasil observasi itu kemudian ditulis Beatus, yang disampaikan kepada Prefek Bos. Observasi itulah yang kemudian menjadi pertimbangan bagi Bos untuk membuka stasi di Pontianak.

"Pada saat ini jumlah penduduk di Pontianak  (1906) berjumlah kira-kira 18.000 orang. Hidup orang Katolik Eropa menyedihkan, anak-anak mereka tidak tahu Doa Bapa Kami dan Salam Maria. Bagaiamana dengan orang-orang Cina? Mereka tinggal di kota dan terlalu sibuk dengan urusan dagangnya dan tidak banyak orang Tionghoa berminat dengan agama Katolik.”

Pada Maret 1908, Stasi Pontianak resmi dibuka. Prefek Bos kemudian menyerahkan perlindungan stasi tersebut kepada Santo Yosep. Hingga sekarang, gereja yang menjadi stasi awal di Pontianak, kemudian menjadi Gereja Katedral St. Yosep. Kini Stasi Pontianak berkembang menjadi keuskupan, yang dikenal dengan Keuskupan Agung Pontianak.

Keuskupan Agung Pontianak melayani umat pada tujuh kabupaten/kota di Kalimantan Barat, yakni Pontianak, Kubu Raya, Mempawah, Singkawang, Landak, Bengkayang, dan Sambas. Di Kalbar ada empat keuskupan. Satu keuskupan agung, dan tiga keuskupan sufragan, yakni Sanggau (melayani Sanggau dan Sekadau), Sintang (melayani Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu), dan Ketapang (melayani Ketapang dan Kayong Utara).  

Hingga kini, sudah beberapa uskup yang menjadi gembala di Keuskupan Agung Pontianak. Berikut uskup yang pernah dan sedang memegang tongkat gembala utama tersebut:

1. Mgr. Jan Pasificus Bos OFMCap

Pada 18 Februari 1905, Prefektur Apostolik Borneo dibentuk untuk melayani pulau Kalimantan. Prefektur ini dipercayakan kepada Ordo Kapusin dan para biarawan dari Ordo Kapusin Belanda bertugas untuk segera mengisi kekosongan karya misi di Kalimantan Barat. Pada 10 April 1905. Pastor Jan Pacificus Bos, OFMCap ditunjuk sebgai Prefek Apostolik Borneo. Pada 26 Mei 1905, Pastor Pacificus Bos, OFMCap sebagai Prefek Apostolik Borneo diterima oleh Bapa Suci Paus Pius X dalam audiensi di Roma dan ia mendapat berkat khusus dari Bapa Suci.

Pada 13 Maret 1918, Prefektur Apostolik Borneo ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik. Sehari setelahnya, pada 14 Maret 1918, Prefek Bos diangkat sebagai Vikaris Apostolik Borneo. Pada 18 Maret 1918, Bos ditunjuk untuk mendapatkan gelar Uskup Tituler Capitolias.

Pada 17 November 1918, Bos ditahbiskan menjadi uskup oleh Vikaris Apostolik Batavia sekaligus Uskup Tituler Oropus Mgr. Edmundus Luypen, SJ. Namun, karena kesehatan semakin menurun, mpada 24 Januari 1933, Bos mengajukan surat permohonan pengunduran diri dari tugasnya sebagai Vikaris Apostolik ke Roma.

2. Mgr. Tarcisius Henricus Josephus van Valenberg

Setelah Uskup Bos mengundurkan diri, Roma kemudian mengangkat Tarcisius Henricus Josephus van Valenberg sebagai Vikaris Apostolik Borneo pada 10 Desember 1934. Pada 19 Januari 1935, Mgr. Pacificus resmi menyerahkan tanggung jawabnya sebagai uskup kepada penggantinya yang telah membantunya sejak 1926.

Sejak keadaan pendidikan mulai kembali berjalan di tahun 1946, kebutuhan pendidikan semakin meningkat, begitu juga dengan tenaga pengajar. Uskup Tarcisius mengundang para imam CDD yang kebetulan saat itu mengungsi dari China karena tekanan komunis di sana, untuk membantu karya pastoral di Pontianak.

3. Mgr. Herculanus Joannes Maria van der Burgt OFMCap

Sebelum ditahbiskan sebagai vikaris apostolik, Pastor Herculanus mengemban tugas sebagai sekretaris vikaris. Pastor yang lahir di Overasselt, Gelderland, Belanda pada 18 Juni 1910 ini kemudian diangkat sebagai Vikaris Apostolik Borneo menggantikan Mgr. Tarcisius Henricus Josephus van Valenberg OFMCap. Pada 13 Juli 1957, Pastor Herculanus diangkat sebagai Vikaris Apostolik. Ia kemudian ditahbiskan sebagai uskup pada 17 Oktober 1957 bersamaan dengan perayaan hari Kristus Raja.

Pada 24 Januari 1961, Paus Yohanes XXIII mengumumkan pembentukan hierarki gereja di Indonesia. Ada enam keuskupan agung dan 19 keuskupan sufragan oleh Tahta Suci menggantikan 20 Vikariat Apostolik dan lima Prefektur Apostolik. Dua di antaranya, Prefek Apostolik tetap berstatus Prefek Apostolik.

4. Mgr. Hieronymus Bumbum OFMCap

Hieronymus Bumbun menjadi imam asli Kalimantan Barat yang diangkat sebagai Uskup Agung Pontianak. Imam kapusin asal Sekadau itu ditahbiskan sebagai Uskup Agung Pontianak pada 27 Mei 1976.

Uskup Bumbun menggunakan motto Amor Non Amatur (Kasih Tak Dikasihi) yang menunjukkan bagaimana karya kasih Allah yang demikian sempurna bagi mansuia seringkali belum disadari banyak orang. Mengutip perkataan Santo Fransiskus dari Assisi tentang Amor Non Amatur “Hukum Cinta Kasih akan dipahami oleh semakin banyak orang, supaya manusia makin sadar bahwa cinta kasih Allah hanya minta satu balasan, yakni cinta kasih.

5. Mgr. Agustinus Agus

Agustinus Agus merupakan imam diosesan. Agus lahir pada 22 November 1949 di Lintang, Sanggau. Agus ditahbiskan sebagai imam pada 6 Juni 1977. Ia kemudian ditahbiskan sebagai Uskup Sintang pada 29 Oktober 1999. Setelah Mgr. Hieronymus Bumbun OFMCap mengundurkan diri sebagai Uskup Agung Pontianak, Tahta Suci mengangkat Mgr. Agustinus Agus mengganti peran seniornya tersebut. Pada 3 Juni 2014, Agus ditunjuk sebagai Uskup Agung Pontianak. Pada 28 Agustus 2014, ia ditahbiskan sebagai uskup agung.

Setakat ini, sudah ada lima uskup yang melayani provinsi gerejawi Pontianak. Perkembangan umat Katolik di Keuskupan Agung Pontianak terus bertumbuh dan semakin berkualitas.[bbsb]

Artikel Lain: Suster Lus, dari Peru Belajar Bahasa Indonesia Bersama Anak Kecil

 

Selengkapnya