Bruder Serafinus, yang dikenal sebagai Bruder Beton sedang membuat kepingan semen untuk membangun bruderan Singkawang pada 1922. [Foto: Dokumen Bruder MTB]
Serafinus
lahir pada 20 Mei 1888 di Alphen. Laki-laki kecil itu diberi nama Franciscus
van Tilburg. Alphen adalah sebuah dusun kecil dengan kebudayaan khas Noord
Brabant. Sebagian besar, bahkan hingga sekarang, masih terpelihara dalam
perhimpunan, perkumpulan, atau organisasi dan memiliki tradisi tersendiri.
Serafinus kecil diberi nama Frans van Tilburg. Ia suka hal-hal yang indah. Frans mempelajari cara membangun gedung dan memelihara tanaman. Ia mengetahui peribahasa yang khas dan cara penyembuhan yang lama. Ia sangat mencintai dusunnya yang indah dan alam sekitarnya. Ketika menjadi bruder, Frans mengambil nama Serafinus untuk nama biaranya.
Frans muda tergolong anak yang saleh. Ketika merasa dirinya dipanggil Tuhan untuk hidup religius, Frans masuk Kongregasi Bruder-bruder MTB di Huijbergen. Frans sebenarnya memilih Huijbergen karena ingin menjadi imam di Keuskupan Breda. Frans menjadi murid Bruder Servatius di kelas seminari untuk persiapan belajar di Seminari Keuskupan di Ijpelaar.
Pada 15 Februari 1905, Frans mulai studi sekolah pendidikan guru (SPG) di Bergen op Zoom. Frans termasuk anak yang pandai, baik, praktis. Namun tidak berbakat untuk hal-hal yang teroritis. Frans lebih cocok untuk tugas-tugas lainnya. Orang-orang menyebutnya, dengan memakai bahasa Kitab Suci, “Ia seorang Ibrani sejati dan tulen tidak ada tipu daya padanya.”
Ketika
Prefek Pasificus Johannes Bos OFMCap membutuhkan tenaga bruder dari Huijbergen
untuk bermisi di tanah Borneo, Bruder Serafinus termasuk satu dari lima bruder
pertama yang berangkat. Mereka berangkat pada 21 Januari 1921 menggunakan kapal
uap Patria dari Pelabuhan Rotterdam. Mereka tiba di Singkawang pada 10 Maret
1921. Kehadiran para bruder ini disambut gembira oleh misionaris yang sudah
tiba terlebih dahulu.
Pastor Beatus dan Pastor Marius mengantar para bruder tersebut ke sebuah rumah Melayu tua dan kecil yang terletak di tengah kebun kelapa dan karet di sebelah pastoran. Di dalam rumah tersebut, para bruder tingga hingga rumah baru bisa ditempati pada 1 Januari 1923. Bruder Serafinus menjadi sibuk sekali dengan memperbaiki rumah itu agar lebih pantas didiami oleh kelima bruder itu. Pada tahun 1922, Bruder Rafael datang mencari juga. Bruder Serafinus segera membangun bruderan baru. Tukang kayunya Bruder Wensestlaus OFMCap. Sedangkan Bruder Serafinus sebagai tukang batu. Karena itu, Bruder Serafinus disebut sebagai Bruder Beton.
Dalam buku Mengenang para Pendahulu MTB di Indonesia 1921-2015 disebutkan, Serafinus membuat lempengan semen yang tebal. Kemudian dipasang di antara tiang belian. Ia juga membuat ubin-ubin berkilat. Ubin itu masih bisa dilihat di dalam rumah yang berusia lebih dari 80 tahun. Ubin ini dibuat dengan amat baik seperti rumah itu. Untuk masa itu bruderan ini tergolong megah dan mencolok di antara rumah-rumah kampung yang sederhana dan kecil di Singkawang, dahulu bernama Kampong Pasiran.
Pada tahun 1923, Pemimpin Umum MTB dari Huijbergen, Bruder Silvester mengunjungi Singkawang. Waktu itu diambil keputusan akan membuka komunitas baru di Pontianak. Pada akhir 1923, Serafinus pergi ke Pontianak menginap di pastoran. Serafinus mempersiapkan bruderan selama berbulan-bulan. Ia mengubah sebuah rumah Tionghoa yang terletak di sebelah pastoran menjadi bruderan. Dalam rumah ini, Serafinus dapat mengantar masuk bruder-bruder yang baru, yang tiba di Pontianak pada Juni 1924, yaitu: Bruder Rufinus, Edmundus, Bertrand, dan Gonzaga. Selama sebelas tahun, Serafinus mengabdi pada sesama brudernya di Singkawang dan Pontianak.
“Pergilah kepada Serafinus dan tangan kanannya Bruder Damianus. Mereka tahu akal. Oleh karena Seraf sangat gemuk. maka ia berkeringat banyak,” kata seorang bruder.
Suatu hari, Serafinus sedang menggosok lantai. Ia sedang berlutut dan bermandikan keringat.
“Hai Seraf! Panaskah?” kata bruder yang sedang masuk itu.
“Panaskah? Saya tidak memerlukan air untuk mengepel lantai. Air keringatku sudah cukuplah!” sahut Serafinus.
Pada 1931, Bruder Serafinus mendapat giliran akan bercuti ke Belanda. Ketika cuti, Pemimpin Umum MTB, Bruder Silvester memberitahukan kepada Serafinus bahwa dokter menyarankan tidak kembali ke Borneo karena kesehatannya menurun. Hal itu menjadi pukulan yang berat bagi Serafinus. Kendati begitu, ia masih berharap agar diizinkan kembali ke Borneo.
Ketika Bruder MTB mulai berkarya di Banjarmasin pada tahun 1935, maka Bruder Gaudentius yang siap untuk berangkat mendengar Serafinus berkata, “Saya sangat berharap diperbolehkan ikut. Tak pernahkah saya diberikan kemungkinan akan melihat kembali Borneo?”
"Bruder Serafinus tidak lama tinggal di Indonesia. Hanya 11 tahun tetapi tahun-tahun itu merupakan waktu yang indah bagi dia,” kata Bruder Clemens.
Di Belanda, Serafinus masih bekerja 30 tahun. Pada 1933, ia diangkat sebagai pembina kelompok pemuda di Pusat Remaja, Ulvenhout-Ginneken. Di komunitas itu, ia meneruskan karya misinya bersama Bruder Overste Jozef. Keduanya bekerja sangat baik. Pada tahun 1934, Seraf diminta membantu di Konven Haaren. Kemudian, tahun 1936 mendapat suatu tugas misi lain di Ossendrecht, di Voiks Abdij Onze Lieve Vrouw ter Duinen yang belum lama dibuka. Saat masa krisis ekonomi, orang-orang muda yang menganggur ditampung dan diberikan pekerjaan sebagai latihan. Serafinus menjadi Bruder Beton juga di tempat itu. Selain itu, Bruder Serafinus diberikan tugas mengajarkan agama kepada orang dewasa yang mau menjadi Katolik. Tugas ini dilaksanakan dengan amat gembira.
Pada 1938, Bruder Serafinus dipindahkan ke konven bruder di Bergen op Zoom. Ia mengurus rumah tangga selama 23 tahun. Di sini ada ungkapan, “Untung ada Serafinus!”.
Waktu perang tidak begitu mudah bagi Serafinus. Para bruder di Huijbergen diusir oleh tentara Jerman, sehingga sebagian terpaksa ditampung di Konven Bergen op Zoom. Jumlah bruder bertambah sampai lebih dari 40 orang, ditambah dua kelompok anak asrama yang harus diberikan penginapan. Serafinus bertugas sebagai koster juga dan pada hari pesta St. Maria tak Bernoda. Patung Bunda Maria dihiasi dengan berbagai berjenis bunga yang indah.
Ia memelihara burung-burung dan ayam. Pada sangkar burung ditulisnya dengan Bahasa Indonesia, “Inilah kandang burung.” Pada kandang ayam ditulisnya, “Itulah kandang ayam.” Ketika memberikan makanan kepada burung-burung, kadang-kadang ia lupa menutup pintu hingga ada burung yang lepas.
“Hai Seraf! Tidakah kau lihat bahwa burung-burung lari,” seorang bruder yang berseru kepada Serafinus.
“Mereka tentu akan kembali. Burung-burung itu tahu bahwa tidak ada tempat yang lebih baik di dunia daripada di dalam biara!” jawab Serafinus.
Beberapa ia turun tangga ke dalam kelder, sebuah ruangan di bawah tanah. Setiap orang sudah tahu bahwa perlu bungkuk supaya tidak bertubrukkan dengan balok beton di atas. Berulang kali Serafinus lupa.
“Goblok! Belum tahukah engkau bahwa kadang-kadang harus tunduk? Bukan dengan ibarat saja,” kata Serafinus kepada dirinya sendiri.
Ketika Seraf tinggal di Bergen op Zoom, dia juga memperlihatkan kreativitasnya dengan bermacam-macam karya seni. Ia membangun Gua Maria, Gua Lourdes, dan membuat patung dengan memakai banyak semen hingga berat sekali. Bukankah ia “Bruder Beton? Tetapi ia berani juga membuat lukisan baik dengan cat maupun dengan bekas bakar.
Serafinus merasa tidak cakap lagi berkarya aktif bagi kongregasi. Ia juga menderita sakit maag. Ketika hendak menghadapi ajalnya, Bruder Overste mengumpulkan para bruder di kapel untuk mendoakan. Pada bulan November 1961, Bruder Serafinus harus dirawat inap di rumah sakit di Tilburg. Ia kemudian menjalani operasi pada 14 November 1961. Pada 18 November 1961, Bruder Serafinus meninggal dunia di Rumah Sakit di Tilburg.
Artikel
Lain: Bruder Canisius; Ahli Budaya Tionghoa yang Namanya Diabadikan jadi Nama Sekolah Kanisius