Di Atas Kapal Bandung, Prefek Bos Menulis Surat dalam Karya Misi di Borneo

January 03, 2023
Last Updated

Prefek Bos bersama umat yang baru dipermandikan. [Foto: Arsip Kapusin]

Prefek Pasificus Bos OFMCap selama menjalani karya misi Katolik di Borneo kerap membuat catatan harian, bahkan surat yang ditujukan kepada Provinsial Kapusin di Belanda. Surat-surat itu terarsip dengan rapi di Arsip Kapusin Belanda. Oleh Pastor Amantius OFMCap, surat-surat Prefek Bos yang ditulis pada 1908 itu diterjemahkan dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Selain di Arsip Kapusin Belanda, catatan atau surat Prefek Bos itu bisa juga ditemukan dalam buku Sumbangan kepada Sejarah Gereja Kalimantan, dan beberapa dokumen lainnya.

Pada 12 Maret 1908, Prefek Bos menulis surat yang ditujukan kepada Provinsi Kapusin di Belanda. Saat menulis surat itu, Prefek Bos sedang berada di kapal dari Sintang menuju Pontianak. “Saya sekarang sedang pulang dari Sejiram.” Prefek Bos mulai menulis suratnya.

Pada 15 Februari 1908, Prefek Bos berangkat dari Pontianak menggunakan kapal ‘Kapuas’, yang tiba di sintang pada 17 Februari. Prefek harus menunggu tiga hari lagi untuk meneruskan perjalanan ke Semitau. “Untuk sementara, saya menyewa ru­mah orang Cina dengan ongkos sewa sebesar 20 sen sehari. Saya membeli ayam, beberapa butir telur, beras dan susu kaleng.” Prefek Bos menceritakan perjalanan ke Semitau dalam suratnya.

Seorang umat dari Singkawang, A Kau yang menyertai perjalanan Prefek Bos ke Semitau. A Kau membantu menyediakan makanan bagi Prefek Bos. Selama menunggu tiga hari itu, Prefek berdiskusi tentang agama Katolik kepada dua orang Cina. Ada sekira 10 orang yang berminat terhadap ajaran Katolik. Jika saja di antara mereka ada seorang Kristen, maka jumlahnya pasti lebih banyak lagi. Prefek Bos kemudian berjanji akan memberikan buku katekismu, Yao Li Mun Tap.

Jika situasi normal, Prefek Bos melanjutkan catatannya, sudah pasti meneruskan turne menggunakan kapal milik asisten residen. Namun, kapal yang biasa berlayar tujuan Sintang dan Pontianak digunakan untuk mengangkut orang-orang militer. Di Sintang sedang konflik. Semua suku Dayak dari Sungai Belitang melakukan perlawanan terhadap sultan-sultan Melayu yang sudah lama menaklukan Dayak. Semua anggota militer dari Pontianak dan Sintang dipanggil untuk menenangkan situasi itu. Banyak orang Dayak yang tewas dalam peperangan, tetapi keempat kepala perang Dayak belum ditangkap. Jadi situasi belum tenang kembali. Seorang Melayu, Umar namanya, memanfaatkan ketakpuasan suku Dayak itu. Ia menjual kepada mereka minyak dan obat lain, supaya mereka dapat tahan peluru dan supaya sawah mereka besar sekali hasilnya. Dalam hal itu, ia memperkenalkan dirinya sebagai saudara dari Pastor Eugenius di Sejiram yang 'bersatu berjiwa' dengannya. Waktu itu, beberapa orang Dayak datang ke Sejiram untuk meminta obat itu.

Prefek meneruskan suratnya tersebut. Pada 2 Februari 1908, Prefek Bos berangkat ke Silat menumpang kapal orang Cina. Prefek menyewa sampan yang ditarik oleh kapal hingga ke muara Sungai Seberuang. Dari muara itu, Prefek Bos dan timnya mendayung hingga Sejiram. “Kami mulai menyusuri Sungai Seberuang pukul enam sore. Pukul tujuh malam, kami terus mengayuh menyusuri sungai dalam kegelapan. Pada pukul sebelas malam, bulan terang cukup membantu kami dalam perjalanan itu. Kami tiba di pastoran sekira pukul lima pagi. Saya bangunkan mereka yang ada di pastoran. Ini pertemuan yang sangat menyenangkan,” tulis Prefek Bos.

Prefek Bos meluangkan waktu selama dua minggu di Sejiram. Ia memeriksa beberapa hal yang sangat diperlukan. Rumah baru dan sekolah masih sederhana, tetapi cukup memuaskan. Sekolah telah mendidik 17 anak, di antaranya, beberapa anak Cina. Semua sudah mampu membaca dan menulis. Pada Minggu, 8 Maret 1908, Prefek Bos memberkati gedung sekolah setelah selesai mempersembahkan misa kudus. Umat yang hadir diperkirakan mencapai 100 orang. Pastor Eugenius mengundang orangtua dari anak-anak sekolah.

Setelah 14 hari, Prefek Bos meninggalkan Sejiram. Pastor Gonzalvus, semua anak sekolah, dan tiga pria dewasa mengantar Prefek Bos menggunakan perahu dari pastoran menuju Semitau. Pada malam hari, Prefek bersama timnya kembali ke Singkawang dengan menumpang kapal milik orang Cina. Ketika tiba di Sanggau, kapal harus berhenti. Pemilik kapal harus berdagang di Sanggau. Dalam turne ini, dari Singkawang ke Sejiram dan Sejiram ke Singkawang, untuk Prefek Bos dan tim, ongkosnya mencapai 134 gulden.

Pada 19 Maret 1908, Prefek Bos tiba di Singkawang dengan selamat. Prefek mengambil istirahat terlebih dahulu setelah turne yang memakan waktu lebih dari dua pekan tersebut. Sehari sebelum berangkat ke Pontianak, Prefek membaptis lima orang China, satu laki-laki langsia, dan empat pemuda yang berusia sekira 20 tahun. Di Pontianak, Prefek mencari lahan untuk misi. Lokasinya tidak jauh dari pasar, tidak jauh dari perumahan orang eropa. Lahan yang ada sedikit rendah, tetapi Pontianak memang terletak pada dataran rendah.

Sementara itu, Pastor Marcellus di Pemangkat sibuk mengurus gereja dan sekolah. Tidak lama lagi, gedung-gedung akan selesai dibangun. Marcellus sendiri di Pemangkat. Seminggu sekali, ia datang ke Singkawang.(*)

Artikel Lain: Jalan Kaki 45 Menit, Suster Cajetana Rawat Orang Kusta di Koloni Lepra

Selengkapnya