Prefek Bos bersama umat yang baru dipermandikan. [Foto: Arsip Kapusin]
Prefek Pasificus Bos OFMCap selama menjalani
karya misi Katolik di Borneo kerap membuat catatan harian, bahkan surat yang ditujukan
kepada Provinsial Kapusin di Belanda. Surat-surat itu terarsip dengan rapi di
Arsip Kapusin Belanda. Oleh Pastor Amantius OFMCap, surat-surat Prefek Bos yang
ditulis pada 1908 itu diterjemahkan dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Selain
di Arsip Kapusin Belanda, catatan atau surat Prefek Bos itu bisa juga ditemukan
dalam buku Sumbangan kepada Sejarah Gereja Kalimantan, dan beberapa dokumen
lainnya.
Pada 12 Maret 1908, Prefek Bos menulis surat
yang ditujukan kepada Provinsi Kapusin di Belanda. Saat menulis surat itu,
Prefek Bos sedang berada di kapal dari Sintang menuju Pontianak. “Saya sekarang
sedang pulang dari Sejiram.” Prefek Bos mulai menulis suratnya.
Pada 15 Februari 1908, Prefek Bos berangkat
dari Pontianak menggunakan kapal ‘Kapuas’, yang tiba di sintang pada 17
Februari. Prefek harus menunggu tiga hari lagi untuk meneruskan perjalanan ke
Semitau. “Untuk sementara, saya menyewa rumah orang Cina dengan ongkos sewa
sebesar 20 sen sehari. Saya membeli ayam, beberapa butir telur, beras dan susu kaleng.”
Prefek Bos menceritakan perjalanan ke Semitau dalam suratnya.
Seorang umat dari Singkawang, A Kau yang
menyertai perjalanan Prefek Bos ke Semitau. A Kau membantu menyediakan makanan
bagi Prefek Bos. Selama menunggu tiga hari itu, Prefek berdiskusi tentang agama
Katolik kepada dua orang Cina. Ada sekira 10 orang yang berminat terhadap
ajaran Katolik. Jika saja di antara mereka ada seorang Kristen, maka jumlahnya
pasti lebih banyak lagi. Prefek Bos kemudian berjanji akan memberikan buku katekismu,
Yao Li Mun Tap.
Jika situasi normal, Prefek Bos melanjutkan
catatannya, sudah pasti meneruskan turne menggunakan kapal milik asisten
residen. Namun, kapal yang biasa berlayar tujuan Sintang dan Pontianak
digunakan untuk mengangkut orang-orang militer. Di Sintang sedang konflik.
Semua suku Dayak dari Sungai Belitang melakukan perlawanan terhadap
sultan-sultan Melayu yang sudah lama menaklukan Dayak. Semua anggota militer
dari Pontianak dan Sintang dipanggil untuk menenangkan situasi itu. Banyak
orang Dayak yang tewas dalam peperangan, tetapi keempat kepala perang Dayak
belum ditangkap. Jadi situasi belum tenang kembali. Seorang Melayu, Umar namanya, memanfaatkan ketakpuasan
suku Dayak itu. Ia menjual kepada mereka minyak dan obat lain, supaya mereka
dapat tahan peluru dan supaya sawah mereka besar sekali hasilnya. Dalam hal itu,
ia memperkenalkan dirinya sebagai saudara dari Pastor Eugenius di Sejiram yang
'bersatu berjiwa' dengannya. Waktu itu, beberapa orang Dayak datang ke Sejiram
untuk meminta obat itu.
Prefek meneruskan suratnya tersebut. Pada 2
Februari 1908, Prefek Bos berangkat ke Silat menumpang kapal orang Cina. Prefek
menyewa sampan yang ditarik oleh kapal hingga ke muara Sungai Seberuang. Dari muara
itu, Prefek Bos dan timnya mendayung hingga Sejiram. “Kami mulai menyusuri
Sungai Seberuang pukul enam sore. Pukul tujuh malam, kami terus mengayuh
menyusuri sungai dalam kegelapan. Pada pukul sebelas malam, bulan terang cukup
membantu kami dalam perjalanan itu. Kami tiba di pastoran sekira pukul lima
pagi. Saya bangunkan mereka yang ada di pastoran. Ini pertemuan yang sangat
menyenangkan,” tulis Prefek Bos.
Prefek Bos meluangkan waktu selama dua minggu
di Sejiram. Ia memeriksa beberapa hal yang sangat diperlukan. Rumah baru dan
sekolah masih sederhana, tetapi cukup memuaskan. Sekolah telah mendidik 17
anak, di antaranya, beberapa anak Cina. Semua sudah mampu membaca dan menulis.
Pada Minggu, 8 Maret 1908, Prefek Bos memberkati gedung sekolah setelah selesai
mempersembahkan misa kudus. Umat yang hadir diperkirakan mencapai 100 orang.
Pastor Eugenius mengundang orangtua dari anak-anak sekolah.
Setelah 14 hari, Prefek Bos meninggalkan
Sejiram. Pastor Gonzalvus, semua anak sekolah, dan tiga pria dewasa mengantar
Prefek Bos menggunakan perahu dari pastoran menuju Semitau. Pada malam hari,
Prefek bersama timnya kembali ke Singkawang dengan menumpang kapal milik orang
Cina. Ketika tiba di Sanggau, kapal harus berhenti. Pemilik kapal harus
berdagang di Sanggau. Dalam turne ini, dari Singkawang ke Sejiram dan Sejiram
ke Singkawang, untuk Prefek Bos dan tim, ongkosnya mencapai 134 gulden.
Pada 19 Maret 1908, Prefek Bos tiba di
Singkawang dengan selamat. Prefek mengambil istirahat terlebih dahulu setelah
turne yang memakan waktu lebih dari dua pekan tersebut. Sehari sebelum
berangkat ke Pontianak, Prefek membaptis lima orang China, satu laki-laki langsia,
dan empat pemuda yang berusia sekira 20 tahun. Di Pontianak, Prefek mencari
lahan untuk misi. Lokasinya tidak jauh dari pasar, tidak jauh dari perumahan
orang eropa. Lahan yang ada sedikit rendah, tetapi Pontianak memang terletak pada
dataran rendah.
Sementara itu, Pastor Marcellus di Pemangkat
sibuk mengurus gereja dan sekolah. Tidak lama lagi, gedung-gedung akan selesai
dibangun. Marcellus sendiri di Pemangkat. Seminggu sekali, ia datang ke
Singkawang.(*)
Artikel Lain: Jalan Kaki 45 Menit, Suster Cajetana Rawat Orang Kusta di Koloni Lepra