Kapal Valentijn yang membawa Prefek Bos dan misionaris lainnya ke Singkawang pada November 1905. [Foto: Arsip Kapusin Belanda]
Prefek Pasificus Bos OFMCap dan misionaris lainnya tiba
di muara perairan Singkawang sekira pukul tiga sore pada 30 November 1905. Jika
tidak ada halangan, mereka akan tiba di pastoran Singkawang sekira pukul enam
sore. Hal ini tentu membuat senang para misionaris tersebut.
“Kami senang bukan main. Kami menyanyikan Te Deum dari
hati yang paling dalam,” kata Prefek Bos.
Catatan itu bisa ditemui dalam arsip Kapusin Belanda.
Pastor Amantius OFMCap berkenan mengalihbahasakan dokumen tersebut ke dalam
bahasa Indonesia. Catatan atau surat-surat Prefek Bos juga bisa ditemukan dalam
Borneo Almanak, juga Sumbangan kepada Sejarah Gereja Kalimantan. Surat-surat
itu ditulis Prefek Bos rentang waktu 1905 dan 1906. Namun, tulisan ini hanya
memuat surat Prefek Bos pada awal kedatangan ke Singkawang, yakni pada November
1905.
“Senin pagi sekira pukul 07.30, kami masih di Batavia.
Pagi itu, kami pamit kepada Mgr Luypen dan kawan-kawan. Mereka sangat baik kepada
kami,” Prefek Bos memulai menulis catatannya ketika hendak berangkat dari
Batavia (sekarang Jakarta) menuju Singkawang.
Mgr Edmundus Sybratud Luypen SJ-dalam catatan Prefek Bos
hanya disebut Mgr Luypen-merupakan Vikaris Apostolik Batavia yang ditunjuk Paus
Leo XII pada 21 Mei 1898. Mgr Luypen meninggal dunia pada 1 Mei 1923.Mgr Luypen
dimakamkan di Tanah Abang, Weltevreden, Batavia. Ketika Pasificus Bos diangkat
sebagai Vikaris Apostolik Borneo Belanda pada 17 November 1918, dengan gelar Uskup
Tituler Capitolias, Mgr Luypen bertindak menjadi Uskup Penahbis Utama.
Prefek Bos dan misionaris lainnya naik kereta api menuju
Tanjung Priok. Dari kediaman Mgr Luypen, diperlukan waktu sekira setelah jam
untuk tiba di pelabuhan. Kapal Hogendorp yang akan mereka tumpangi sudah
menunggu. Pastor Beatus dan Pastor Camillus ikut menemani Prefek Bos dan misionaris
lainnya menuju pelabuhan
“Tak lama lagi kami akan berada di laut. Pulau Jawa akan
tidak terlihat. Kapal yang kami tumpangi mengambil rute antara pulau Bangka dan
Belitung,” Prefek Bos menulis dalam catatannya.
Pada Selasa pagi, Prefek Bos meneruskan catatan, sekira
10.30, kapal sudah masuk Tanjung Pandan, Belitung. Kapal singgah untuk
menurunkan sejumlah orang yang dibawa untuk bekerja di pertambangan. Cuaca cukup
cerah. Tetapi pada malam hari, hujan turun deras.
Besoknya, Rabu pagi, Prefek dan misionaris lainnya sudah
melihat pantai Borneo. “Kami berdoa agar Allah memberkati karya kami di pulau
yang menjadi tanah air baru bagi kami,” tulis Prefek Bos.
Rute pelayaran kapal melewati Teluk Padang Tikar,
kemudian masuk Sungai Kubu. Setelah itu, melewati Sungai Punggur lalu menuju Kapuas
Kecil untuk tiba di perairan Pontianak. “Ketika masuk sungai Kubu, kami melihat
keindahan daerah itu. Kiri kanan sungai, semak-semak sangat bagus. Pohon-pohon
tinggi menjulang. Bunga-bunga mekar. Kami seperti sedang berada di Holland (Belanda)
saat musim semi,” kata Prefek Bos.
Di pinggir sungai berjejer rumah-rumah dari kampung
orang Cina atau Melayu. Rumah-rumah mereka sangat sederhana. Anak-anak senang
sekali. Dalam perahu-perahu yang kecil, mereka berdayung atau melompat ke dalam
air.
Rabu sore sekira pukul lima, Prefek Bos dan misionaris
lainnya tiba di Pontianak. Mereka tidak turun dari kapal. Tuan Leyser-Vis masuk
menemui mereka dan mengucapkan selamat datang. Pastor Schrader ikut bersama
Tuan Leyser ke pelabuhan. Prefek Bos mesti pindah kapal dari Hogendorp ke kapal
Valentijn.
Usai makan yang terakhir kalinya di Kapal Hogendorp, Prefek
Bos dan tim, dijemput Pastor Schrader untuk mengunjungi rumah Tuan Leyser-Vis. Perlu
waktu tiga menis dari pelabuhan untuk tiba di rumah saudagar Belanda itu. Tuan
Leyser memiliki pabrik minyak kelapa dan sebuah pabrik kayu. Laki-laki yang
baik dengan satu istri dan tiga anak. Leyser merupakan adik sepupu dari Pastor
Ludovicus dan Pastor Sebastianus, yang berasal dari Velp, Belanda. Prefek Bos
merasa penting untuk bergaul dengan Tuan Leyser.
Pukul 21.30, Prefek Bos meninggalkan rumah Tuan Leyser.
Barang-barang yang tadi di Hogenborg sudah masuk ke Kapal Valentijn. Prefek Bos
dan misionaris lainnya beristirahat sebelum besok pagi berangkat ke Singkawang.
Sebelum pukul enam, Pastor Schrader sudah berada di
kapal. Sekira pukul 06.30, kapal Valentijn yang membawa Prefek Bos berangkat
dari Pontianak. Diperlukan waktu sekira dua jam untuk memasuki laut lepas. Mereka
diperkirakan tiba di Singkawang pada malam hari.
“Dengan kegembiraan dan rasa syukur kami mengingat akan
perjalanan kami, semuanya memuaskan. Kami berterima kasih atas semua yang
berdoa bagi kami. Semoga karya kami di Borneo diberkati karena doa kalian.”
Apa yang harus diperbuat di Singkawang? Belum diketahui
secara pasti. Prefek Bos akan melakukan identifikasi segalanya. Sebab, baru
datang sehingga diperlukan waktu untuk mendata segala sesuai yang berkaitan
dengan pekerjaan misi di tanah Borneo tersebut. Setelah itu, baru bisa
mengambil keputusan.
“Hari Minggu malam, saya menerima telegram dari
Buitenzorg. Segala dokumen kami dianggap beres. Kami dapat izin resmi untuk
bekerja di Borneo dalam distrik Pontianak, Sambas, dan Sintang, juga distrik
Mahakam hulu. Sementara distrik Muara Tewe di Borneo Selatan tidak dizinkan.
Salam hangat dari kami semua.” Prefek Bos menutup tulisan pada suratnya yang
ditulis pada November 1905.
Artikel Lain: Suster SFIC Merawat Maimuna, Anak Sultan Pontianak