Tshang A Kang; Katekis yang Lebih Populer dari Pastor di Singkawang

January 08, 2023
Last Updated

Katekis Tshang A Kang bersama keluarganya di Singkawang. [Foto: Arsip Kapusin Belanda]

Ketika Pastor Henricus Schrader ditarik ke Batavia pada 1896, terjadi kekosongan pelayanan imam di Singkawang. untuk mengisi kekosongan itu, maka Tshang A Kang ditunjuk sebagai katekis. Pemindahan Pastor Schrader membuat stasi Singkawang kosong sejak 1896 hingga 1898.

A Kang lahir pada 1856 di Hoi Fung, dekat Fou Tsjou, wilayah pantai timur Tiongkok. Ketika usianya menginjak dewasa, A Kang merantau ke Penang, Malaka. A Kang tinggal di Penang selama dua tahun. A Kang pernah menyeberang ke Sumatra dan menetap di Deli selama satu tahun. Setelah itu, A Kang kembali ke Singkawang. Ia bertemu dengan Pastor WJ Staal SJ kemudian dibaptis secara Katolik.

Tidak banyak catatan dengan Tshang A Kang ini. Pada beberapa dokumen tidak mengulas secara rinci siap A Kang sebenarnya yang kemudian diangkat sebagai katekis untuk melayani umat di Singkawang, yang kosong karena ditinggal imam ke Batavia. Namun, pada Arsip Kapusin Belanda yang dialihbahasakan Pastor Amantius OFMCap, ada bagian yang memuat tentang A Kang. Peran Tshang A Kang sebagai katekis ditulis secara singkat oleh Pastor Beatus OFMCap, yang bisa ditemukan pada Sumbangan Kepada Sejarah Gereja Kalimantan.

A Kang kemudian menetap di Serawak selama empat tahun. Dari perkawinan pertama, A Kang memiliki tiga anak, yakni satu perempuan dan dua anak laki-laki. Sedangkan dari perkawinan kedua, Tshang A Kang memiliki dua anak laki-laki.

Sejak 1895, A Kang menjadi seorang katekis di Singkawang. A Kang sangat rajin dalam melaksanakan tugasnya. Setiap hari ia mengikuti misa di gereja memberi teladan yang baik kepada para Kristen dan katekumin. Pada 1905, buku permandian mencatat ada 67 orang yang dibaptis oleh katekis A Kang. Mayoritas dalam bahaya maut dan mereka sudah meninggal dunia.

A Kang mampu memberi penjelasan mengenai agama selama berjam-jam. Semua orang akan mendengarkan dengan antusias. Ia menjadi sangat populer, baik di perkotaan maupun di kampung-kampung yang masih sulit terjangkau. Ketika pastor turne, A Kang selalu diminta untuk mendampingi. Setiap orang yang ditemukan di jalan selalu menyapanya dengan dialek Tionghoa.

“Nyi khi a bui?”

Katekis A Kang selalu dengan bangga memberikan jawaban, jika ia bersama pastor hendak menuju sebuah kampung atau rumah seorang umat. Kadang-kadang A Kang menjelaskan dengan detail. Sementara itu, shinfu terpaksa menunggu dan harus sabar saja. A Kang bersedia menyerahkan rumahnya kepada para suster sampai mereka pindah ke susteran. Sedangkan A Kang memilih tinggal di pasar.

Selain rajin dan ulet memberikan pelayanan iman kepada umat, A Kang juga melayani orang-orang yang sakit kusta. A Kang menggunakan uang pribadi untuk orang-orang sakit kusta, yang tinggal bersama-sama di kampung khusus, yang letaknya kira-kira seperempat jam dari Singkawang.

Pastor Beatus memiliki kisah sendiri atas katekis A Kang ini. “Karya misi berjalan dengan baik harus kami akui sebagai hasil usaha yang terus-menerus dari katekis A Kang,” Pastor Beatus menulis tentang A Kang yang tersimpan rapi dalam arsip Kapusin Belanda.

Sementara itu, Pastor Eugenius OFMCap juga memiliki cerita sendiri terhadap peran katekis A Kang. Pastor Eugenius menulis surat kepada keluarganya ketika tiba di Singkawang. Apa yang kami lihat di Singkawang? “Harapan kami tidak tinggi, sebab Singkawang tidak lagi suatu stasi misi yang tetap,” tulis Pastor Eugenius. Tetapi, Pastor Eugenius melanjutkan, “Saya heran, sebab gereja bukan gedung yang miskin dan iman orang-orang kristen sama sekali tidak mati.”

Prefek Pasificus Bos dan misionaris lainnya menarik kesimpulan, karya Pastor Schrader dan katekis Tshang A Kang berhasil. Imam tidak ada lagi, tetapi setiap hari Minggu lonceng gereja dibunyikan. Ketika Tshang A Kang memanggil umat Katolik untuk datang sembahyang. Mereka biasanya berdoa bersama-sama satu jam lamanya. Katekis A Kang mengunjungi orang-orang sakit dan membaptisnya dalam bahaya maut.

Katekis Tshang A Kang menunggu para imam di pelabuhan dan berlutut untuk menerima berkat misionaris-misionaris yang baru. Hari minggu pertama, gedung gereja penuh sesak. Kemudian kamar Prefek Bos juga, sebab semua orang Cina ingin melihat dari dekat para gembalanya yang baru.

Penulis: Budi Atemba

Artikel Lain: Dari Atas Kapal, Prefek Bos Menulis Surat kepada Provinsial Kapusin di Belanda

Selengkapnya