Pastoran Pontianak dan Rumah Uskup [Foto: Arsip Kapusin Belanda] |
“Bapa pasti ingin tahu, bagaimana situasi pemberontakan di Borneo bagian barat? Saya akan mencoba memberitahu kondisinya sekarang,” Pastor Eugenius mulai menulis surat kedua yang ditujukan kepada Prefek Pasificus Bos. Saat surat itu ditulis, Prefek Bos sedang cuti di Belanda. Pastor Eugenius menulis surat tersebut pada 4 Agustus 1914.
Surat Pastor Eugenius ini tersimpan rapi di Arsip Kapusin Belanda. Pastor Amantius OFMCap kemudian mengalihbahasakan surat tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Surat tersebut bisa juga ditemukan dalam seri keduabelas Sumbangan kepada Sejarah Gereja Kalimantan. Seri itu mengulas atau menceritakan tentang pemberontakan di Borneo Barat pada 1914.
Dalam surat tersebut, Pastor Eugenius menulis, pemberontakan atau revolusi terjadi karena dipersiapkan oleh orang-orang Cina, yang dibantu oleh orang Dayak dan orang Melayu. Pada malam, antara 28 dan 28 Juli 1914, pemberontakan direncanakan akan dilakukan di beberapa tempat, mulai dari Mandor hingga Monterado dan Buduk. Orang-orang Cina yang tinggal di pesisir pantai sudah tahu terkait rencana tersebut. Namun, mereka mendiamkan berita tersebut.
Sebelum 27 Juli 1914, harga beras di Singkawang sudah naik hingga 4-5 gulden sepikul. Beras dan garam dalam jumlah besar sudah diangkut ke daerah perhuluan. Ada rencana kelompok pemberontak akan menyerang kota-kota besar, mulai dari Pontianak hingga Singkawang. Kelompok pemberontak berencana membunuh semua orang-orang Eropa, termasuk orang-orang Cina yang bekerja bagi pemerintah.
“Kami misionaris mungkin tidak dibunuh. Bapak Residen kemarin meyakinkan bahwa kami dari misi tidak perlu khawatir,” Pastor Eugenius menulis agar Prefek Bos juga tidak terlalu khawatir atas nasib misionaris di Borneo bagian barat.
Akibat pemberontakan terjadi kerusakan pada beberapa tempat. Data resmi atau semi-resmi menyebutkan, pasar-pasar dari Monterado hingga Sungai Duri terbakar habis, rumah Kontrolir di Mempawah juga terbakar, tempat penjualan opium telah dikosongkan, Letnan van Gulick dengan kelompoknya dihadang oleh kelompok pemberontak. Ada dua serdadu tewas. Satu letnan dan dua serdadu lainnya terluka. Sementara di dekat Sangking, sekira 20 kilometer dari Monterado, Sersan Knippert dan sejumlah serdadu dilukai. Satu kapitan di Sungai Pinyuh dibunuh.
“Seorang pembesar sipil di Mempawah bertahan untuk beberapa waktu. Namun terus diserang oleh kaum pemberontak, pembesar sipil melarikan diri ke rumah panembahan. Ia bersembunyi dalam beberapa jam. Kemudian, ia menyamar sebagai seorang wanita Melayu bersama dengan dua prajurit masuk sampan dan berangkat menuju Pontianak,” tulis Pastor Eugenius dalam surat itu.
Pastor Eugenius mengungkapkan, sulit untuk menggambarkan banyak desas desus yang tersebar dalam masyarakat saat ini. Ada rumor yang menyebutkan bahwa benteng di Singkawang telah diserang. Akibat dari serangan itu, ada 10 serdadu, beberapa orang perempuan dan laki-laki telah tewas. Namun kabar itu belum resmi, hanya rumor yang berkembang di dalam masyarakat. Sementara para suster dan anak asrama di Singkawang pada malam itu mengamankan diri dalam sekolah Melayu.
“Saya senang sekali apabila menerima berita dari confrater-confrater yang menenangkan hatiku,” kata Pastor Eugenius.
Bagaimana situasi di Pontianak? Rumor yang beredar, ada dugaan kelompok pemberontak di daerah Jungkat dan Jeruju di Pontianak telah ditangkap. Mereka yang ditangkap diduga kuat bertindak sebagai pengintai. Dikabarkan ada satu kelompok pemberontak yang dipersenjatai secara lengkap. Jumlahnya mencapai 6.000 orang. Mereka bersembunyi di dalam hutan sekitar Pontianak. Hal itu memunculkan ketakutan pada penduduk kota. Ketakutan itu reda setelah tentara dari Batavia tiba di pelabuhan.
Saat ini, tulis Pastor Eugenius, pemerintah telah berhasil mengendalikan situasi. Beberapa ke depan akan ada penangkapan-penangkapan terhadap anggota kelompok pemberontak. Saat ini, masih menunggu artileri dan kavaleri tiba di Singkawang. Kemudian, penyisiran anggota kelompok pemberontak akan dimulai dari Singkawang hingga Pontianak. Jika informasi itu benar, kata Pastor Eugenius, maka akan ada 2.000 tentara dengan senjata berat dan kanon yang melakukan tindakan terhadap kelompok pemberontak.
Jadi, tulis Pastor Eugenius dalam suratnya kepada Prefek Bos, “Tidak ada alasan sedikit pun bagi misionaris untuk khawatir terkait kondisi terkini di Borneo bagian barat.”
Artikel Lain: Pemberontak Beraksi di Mempawah, Pastor Marcellus Sembunyi di Rumpun Nipah