Renungan Katolik Minggu 5 Februari 2023: Tuhanlah Cahaya dalam Kegelapan Bagi yang Lurus Hati

February 04, 2023
Last Updated


Sejenak kita fungsi dan cara kerjanya lilin yang bernyala dan garam yang dilarutkan dalam masakan. Keduanya harus mengorbankan dirinya supaya bermakna bagi manusia. Jika benda mati itu bisa bermakna bagi manusia, apalagi manusia pasti bisa bermakna bagi sesamanya.

Dalam Injil Yesus mengajak kita untuk menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-16). Menjadi garam dan terang dunia berarti siap berkorban dan menderita. Yesus tidak hanya mengajar kita tentang hal itu, tetapi Dia sendiri sudah menghidupinya mulai dari peristiwa inkarnasi (Putra Allah menjadi manusia) sampai pada sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Semuanya itu dilakukan-Nya karena kasih-Nya kepada manusia (bdk. Yoh 3:16; Ibr 1:2-4; 1Yoh 4:8).

St. Paulus membagikan  pengalaman hidup dan karya pewartaannya dengan menjadikan Kristus yang tersalib sebagai satu-satunya daya dan kekuatan hidupnya. Dengan menyatukan dirinya dengan Allah yang menderita bagi keselamatan manusia, dia mampu menghadapi cobaan hidup dan derita dengan sabar. Karena itu St. Paulus punya falsafah hidup "lebih baik menderita untuk kebaikan dan kebahagiaan sesama daripada menderita karena melakukan kejahatan".

Sejalan dengan ajakan Yesus dan St Paulus, Nabi Yesaya dan penulis Kitab Mazmur juga mengajak kita hidup dalam kasih persaudaraan dengan semua orang. Dengan melakukan itu kita dapat menjadi garam dan terang dunia. Karena itu, janganlah takut untuk berbuat baik dan benar demi kebaikan dan kebahagiaan sesama, kendati kebaikan itu mungkin saja tidak ada yang mengingatnya dan membuat kita menderita, namun Allah yang Mahatahu dan Maharahim akan mengingatnya sebagai kebenaran. Sebagai perbandingan,"ingatlah akan perjuangan orangtua kita yang memberikan seluruh diri dan hidupnya utk kebahagiaan anak-anaknya." Tuhan memberkati.[]

Penulis: Pastor Leonardus Nodjo, OFMCap

Selengkapnya