Santo dalam Gereja Katolik yang Dianggap Kontroversial

March 24, 2023
Last Updated


Gelar santo (atau Santa bagi perempuan) adalah pengakuan resmi dari Gereja Katolik atas kehidupan dan karya seorang Kristen yang dianggap kudus dan dijadikan teladan dalam iman dan kehidupan Kristiani. Proses pengangkatan santo ini disebut kanonisasi.

Proses kanonisasi dimulai dengan pengumpulan bukti-bukti kehidupan santo yang diusulkan. Jika bukti-bukti tersebut memenuhi persyaratan, Gereja Katolik dapat mengumumkan bahwa santo tersebut diangkat sebagai "dihormati" atau "venerabilis", tahap awal dalam proses kanonisasi.

Selanjutnya, Gereja akan mengevaluasi mukjizat-mukjizat yang dianggap terjadi atas perantaraan santo tersebut. Jika mukjizat yang terjadi dianggap sah dan tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, maka santo tersebut dapat diangkat sebagai beato atau "diberkati". Pada tahap ini, santo tersebut diizinkan untuk disembah di tempat-tempat ibadah tertentu, tetapi tidak secara universal.

Tahap terakhir dalam proses kanonisasi adalah pengangkatan sebagai santo. Untuk mencapai tahap ini, Gereja Katolik harus menemukan minimal satu mukjizat tambahan yang terjadi atas perantaraan santo tersebut setelah diangkat sebagai beato. Jika mukjizat tersebut dianggap sah dan tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, maka Gereja Katolik akan mengangkat santo tersebut ke dalam daftar orang-orang kudus.

Gelar santo bukanlah pengakuan bahwa santo tersebut sempurna atau bebas dari dosa, tetapi sebagai teladan bagi umat Kristiani dalam iman dan kehidupan. Setiap santo juga memiliki hari perayaan tersendiri dalam kalender Gereja Katolik dan dapat diperingati oleh umat dalam peribadahan.

Beberapa santo dianggap kontroversial karena beberapa faktor. Beberapa santo hidup pada masa ketika pandangan dan tindakan sosial, politik, dan keagamaan yang berbeda dengan pandangan dan nilai yang dianut saat ini. Beberapa tindakan atau kebijakan yang dianggap biasa pada masa itu dapat dianggap kontroversial dan bahkan tidak dapat diterima oleh standar saat ini. Misalnya, Santo Junipero Serra yang dianggap sebagai kontroversial karena terlibat dalam penjajahan dan penindasan terhadap penduduk asli Amerika.

Beberapa santo melakukan keputusan yang kontroversial selama hidup mereka. Misalnya, Santo Yohanes Paulus II yang dianggap kontroversial karena beberapa keputusan yang diambilnya selama masa kepausannya, termasuk penanganan skandal pelecehan seksual dalam Gereja Katolik, serta kebijakan gereja terkait kontrasepsi dan hak LGBT.

Ada juga santo memiliki ajaran atau kepercayaan yang kontroversial atau dianggap tidak sesuai dengan pandangan dan nilai yang dianut saat ini. Misalnya, Santo Josemaría Escrivá yang dianggap kontroversial karena ajarannya yang kontroversial terkait dengan disiplin spiritual dan kritik atas hubungannya dengan rezim Francisco Franco selama masa pemerintahannya di Spanyol.

Namun, penting untuk diingat bahwa santo dianggap kudus dan dijadikan teladan oleh Gereja Katolik karena kehidupan dan karya mereka dalam mengikuti ajaran Kristus dan melayani sesama. Kontroversi yang terkait dengan sejumlah santo bukan berarti mereka tidak dapat dihormati, tetapi mengajarkan kita untuk selalu berpikir kritis dan terus mempertanyakan tindakan dan keputusan yang diambil oleh para pemimpin agama.

Sejumlah orang yang diangkat sebagai santo oleh Gereja Katolik telah menjadi subjek kontroversi karena sejumlah faktor.

Santo Yohanes Paulus II

Ada kritik yang menilai bahwa Santo Yohanes Paulus II tidak cukup responsif dalam menangani skandal pelecehan seksual yang melibatkan imam Katolik. Beberapa orang merasa bahwa ia terlalu lambat dalam mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku dan mengatasi masalah ini di dalam gereja.

Beberapa orang mengkritik Santo Yohanes Paulus II karena pandangannya yang konservatif terhadap LGBT. Ia menolak pernikahan sesama jenis dan homoseksualitas dalam ajaran gereja, dan beberapa pengamat berpendapat bahwa pandangannya ini tidak sesuai dengan nilai-nilai inklusif dan toleransi.

Ada beberapa kontroversi terkait dengan hubungan Santo Yohanes Paulus II dengan Vatikan Bank. Beberapa pengamat menyebutkan bahwa ia kurang proaktif dalam mengatasi kasus keuangan yang melibatkan bank, dan beberapa spekulasi menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan yang erat dengan beberapa anggota bank tersebut.

Meskipun Santo Yohanes Paulus II dikenal sebagai tokoh reformis dalam gereja, namun beberapa pandangannya tentang kebijakan sosial terkesan konservatif. Misalnya, ia menolak penggunaan kondom sebagai cara untuk mencegah penyebaran AIDS, dan juga menolak praktik aborsi dan eutanasia.

Selama masa jabatannya, Santo Yohanes Paulus II dikritik karena penanganannya terhadap kasus-kasus pelecehan seksual yang melibatkan imam. Beberapa pengamat menilai bahwa ia gagal untuk mengambil tindakan yang tepat untuk menangani masalah ini dan menegakkan keadilan bagi para korban.Bagian Atas Formulir

Santo Josemaría Escrivá

Santo Josemaría Escrivá dikritik karena dekat dengan diktator Spanyol, Francisco Franco. Beberapa pengamat menganggap bahwa ia terlalu bersimpati dengan Franco dan tidak cukup vokal dalam menentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh rezim tersebut.

Santo Josemaría Escrivá dikenal sebagai tokoh yang konservatif dalam pandangan agama dan sosialnya. Misalnya, ia menentang penggunaan kontrasepsi, perceraian, dan hak-hak LGBT.

Santo Josemaría Escrivá adalah pendiri dari Opus Dei, sebuah organisasi keagamaan Katolik yang kontroversial. Beberapa pengamat menyebutkan bahwa Opus Dei memiliki pengaruh politik yang signifikan dan dianggap sebagai sebuah sekte oleh sebagian orang. Beberapa mantan anggota Opus Dei telah mengkritik organisasi tersebut karena praktik-praktiknya yang dituduh sebagai fanatik dan eksklusif. Misalnya, beberapa orang mengeluhkan bahwa mereka harus hidup di rumah-rumah yang diatur oleh organisasi dan tidak memiliki banyak kebebasan dalam keputusan pribadi mereka.

Opus Dei juga terlibat dalam beberapa masalah keuangan yang kontroversial. Misalnya, ada laporan yang menyebutkan bahwa organisasi tersebut menerima dana dari pemerintah Spanyol pada masa Franco, dan beberapa pengamat mengkritiknya karena tidak transparan dalam pengelolaan keuangan.

Santo Pius X

Santo Pius X dikenal sebagai tokoh yang sangat anti-modernisme. Ia mengeluarkan ensiklik yang menentang modernisme dan dianggap menghambat kemajuan dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan. Beberapa kritikus menganggap pandangannya ini terlalu sempit dan tidak responsif terhadap perubahan zaman.

Santo Pius X dianggap memiliki sikap yang kurang inklusif terhadap Yahudi. Ia mengeluarkan ensiklik yang menentang pengaruh Yahudi di dalam masyarakat dan ekonomi, dan dianggap sebagai dukungan terhadap anti-Semitisme.

Santo Pius X memimpin reformasi liturgi dalam Gereja Katolik, termasuk penghapusan musik gereja yang populer pada saat itu, seperti musik opera dan operetta. Langkah ini dianggap kontroversial oleh beberapa orang, karena musik gereja tersebut dianggap mampu menarik lebih banyak orang ke dalam gereja.

Santo Pius X menganggap bahwa kebebasan agama adalah ancaman bagi kekuasaan Gereja Katolik. Ia memimpin kampanye untuk menghapus prinsip kebebasan agama dari konstitusi Italia, dan dianggap oleh beberapa orang sebagai dukungan terhadap teokrasi.

Santo Pius X dikenal sebagai seorang tokoh yang konservatif dalam pandangan agama. Ia menentang banyak hal yang dianggap sebagai modernisasi dalam Gereja Katolik, termasuk teologi liberal, pembaruan dalam praktik liturgi, dan dialog antaragama.

Santo Junípero Serra

Santo Junípero Serra adalah salah satu tokoh yang memimpin upaya kolonisasi Spanyol di Amerika Selatan pada abad ke-18. Beberapa pengkritik menyebutkan bahwa upaya kolonisasi ini menyebabkan kehancuran bagi budaya dan tradisi penduduk asli di Amerika Selatan.

Santo Junípero Serra dan misionaris Spanyol lainnya memaksa penduduk asli untuk memeluk agama Katolik. Beberapa pengamat menganggap bahwa ini adalah bentuk imperialisme budaya dan agama.

Beberapa laporan menyebutkan bahwa Santo Junípero Serra dan misionaris Spanyol lainnya menindas dan memperlakukan buruk penduduk asli Amerika Selatan. Mereka dipaksa untuk bekerja di misi dan dianggap sebagai budak.

Santo Junípero Serra diduga mendukung sistem encomienda, di mana para penjajah Spanyol memberikan hak kepemilikan atas penduduk asli Amerika Selatan. Sistem ini sering kali mengakibatkan eksploitasi dan pemerasan.

Beberapa pengamat menganggap bahwa Santo Junípero Serra dan misionaris Spanyol lainnya tidak menghargai budaya asli Amerika Selatan. Mereka menghancurkan struktur sosial dan agama yang sudah ada sebelum kedatangan Spanyol, dan memaksa penduduk asli untuk mengadopsi cara hidup dan agama Katolik.[] 

Selengkapnya