Tujuh Paus Paling Kontroversial, Tindakan Paus Stefanus VI Dianggap Paling Kejam

March 27, 2023
Last Updated


Paus menjadi pemimpin tertinggi Gereja Katolik, yang dianggap oleh umat Katolik sebagai pewaris Petrus, salah satu dari dua belas rasul Yesus Kristus yang pertama-tama didirikan oleh Kristus sebagai pemimpin Gereja-Nya. Sejak abad ke-1, uskup Roma (yang kemudian dikenal sebagai Paus) dianggap sebagai pemimpin Gereja Katolik yang paling berpengaruh.

Sebagai pemimpin Gereja Katolik, Paus memiliki otoritas kepausan yang diberikan kepadanya oleh Kristus melalui Petrus dan para rasul-Nya. Otoritas ini meliputi pengajaran tentang doktrin Gereja, liturgi, dan moralitas, serta pengaturan gereja secara umum. Paus juga dianggap sebagai pemimpin spiritual yang memberikan bimbingan pastoral dan mengawasi jalannya kehidupan Gereja di seluruh dunia.

Setiap Paus memilih sebuah nama kepausan yang menjadi identitas dan lambang kepemimpinannya. Selama masa jabatannya, Paus sering membuat keputusan-keputusan yang memengaruhi gereja dan dunia secara umum, baik dalam bidang teologi, moralitas, maupun kebijakan Gereja.

Beberapa keputusan Paus dianggap kontroversial dan menuai kritik dari beberapa pihak, sementara keputusan-keputusan lainnya dianggap sebagai pencapaian besar dalam sejarah Gereja Katolik. Berikut ini beberapa tindakan atau kebijakan Paus yang dinilai sangat kontroversial. Bahkan, ada beberapa yang dikritik sangat tidak bermoral, bahkan cenderung dianggap sebagai tindakan yang kejam.  

Paus Pius V (1566-1572)

Mengeluarkan Bulla Papal Excommunicamus pada tahun 1570 yang mengekskomunikasikan Ratu Elizabeth I dari Inggris dan semua yang mendukungnya, yang menyebabkan perpecahan besar antara Gereja Katolik dan Inggris.

Pada saat itu, Inggris telah memisahkan diri dari kekuasaan Gereja Katolik dan mengadopsi agama Protestan sebagai agama negara. Paus Pius V merasa bahwa tindakan Elizabeth I untuk memperkuat posisinya sebagai kepala gereja Inggris merupakan bentuk pemberontakan terhadap Gereja Katolik.

Oleh karena itu, pada tahun 1570, Paus Pius V mengeluarkan bulla papal yang mengekskomunikasikan Elizabeth I dan seluruh pendukungnya dari Gereja Katolik. Tindakan ini memperburuk hubungan antara Gereja Katolik dan Inggris, dan menjadi salah satu penyebab utama konflik antara kedua belah pihak selama beberapa abad berikutnya. Meskipun sejak itu hubungan antara Gereja Katolik dan Inggris telah membaik, keputusan Paus Pius V untuk mengekskomunikasikan Elizabeth I tetap menjadi kontroversial hingga saat ini.

Paus Urban VIII (1623-1644)

Memaksa Galileo Galilei untuk menarik pernyataannya tentang heliosentrisme dan menempatkannya di bawah pengawasan rumah selama sisa hidupnya karena dianggap melanggar doktrin Gereja.

Pada masa itu, Galileo Galilei mengemukakan teori bahwa Bumi berputar mengelilingi Matahari, yang bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik yang menyatakan bahwa Bumi berada di pusat alam semesta. Paus Urban VIII pada awalnya mendukung Galileo dan bahkan memberinya izin untuk mengeksplorasi teori-teorinya, namun setelah beberapa waktu ia merasa bahwa pandangan Galileo melanggar ajaran Gereja dan mempermalukan gereja di depan publik.

Pada tahun 1632, Galileo diperintahkan untuk menghadap ke pengadilan gereja dan diberi perintah untuk menarik kembali teorinya. Ia dipaksa untuk mengakui bahwa pandangannya salah dan dilarang untuk mengajar atau menulis tentang teorinya di masa depan. Paus Urban VIII sendiri tidak terlibat secara langsung dalam pengadilan tersebut, tetapi ia memutuskan untuk mendukung keputusan gereja dan memperkuat pandangan Gereja tentang posisi Bumi di alam semesta.

Tindakan Paus Urban VIII dan gereja dalam menghukum Galileo menjadi kontroversial dan menjadi contoh bagaimana gereja Katolik dalam sejarahnya sering kali membatasi kebebasan akademik dan ilmiah dalam hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Gereja. Namun pada tahun 1992, Gereja Katolik akhirnya memperbaiki kesalahannya dan meminta maaf atas perlakuan terhadap Galileo, serta mengakui kebenaran teori-teori Galileo tentang alam semesta.

Paus Pius IX (1846-1878)

Mengeluarkan Syllabus Errorum pada tahun 1864, yang mengecam berbagai doktrin dan prinsip modern, seperti kebebasan berpikir, kebebasan berbicara, dan demokrasi, yang dianggap bertentangan dengan ajaran Gereja.

Dalam Syllabus Errorum itu, Paus Pius IX mengutuk berbagai pandangan dan kebijakan yang dianggap bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik, seperti liberalisme, nasionalisme, dan kebebasan pers. Syllabus Errorum juga mengutuk pandangan yang mendukung pemisahan agama dan negara, yang dianggap oleh gereja sebagai tindakan yang merugikan ajaran Gereja Katolik.

Tindakan Paus Pius IX dalam mengeluarkan Syllabus Errorum menjadi kontroversial karena dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap kemajuan dan perubahan zaman yang sedang terjadi. Beberapa pihak menilai bahwa Syllabus Errorum mencerminkan sikap Gereja Katolik yang terlalu konservatif dan tidak terbuka terhadap kemajuan ilmiah dan sosial.

Meskipun kontroversial, Syllabus Errorum tetap menjadi bagian penting dari sejarah Gereja Katolik, karena menggambarkan pandangan Gereja Katolik pada masa itu tentang berbagai isu sosial dan politik, serta hubungan antara Gereja dan negara.

Paus Stefanus VI (896-897)

Dianggap kontroversial karena memerintahkan penggalian kembali jasad Paus Formosus yang telah meninggal dan dipermalukan di persidangan palsu, dan kemudian menghukumnya secara anumerta.

Pada saat itu, Paus Formosus dianggap kontroversial karena dia telah melakukan berbagai tindakan yang dianggap melanggar tata tertib gereja, seperti mengangkat uskup tanpa persetujuan Paus. Setelah Formosus meninggal dunia, Paus Stefanus VI, yang sebenarnya merupakan pendukung Formosus, mengadakan pengadilan simbolis pada mayatnya. Ia mengeluarkan putusan bahwa Formosus tidak layak menjadi paus dan menghapus segala tindakan dan keputusan yang dibuatnya selama menjadi paus. Kemudian mayat Formosus disalib dan dicampakkan ke Sungai Tiber.

Tindakan Paus Stefanus VI dalam menggali kembali mayat Paus Formosus dan melakukan pengadilan simbolis pada mayat tersebut dianggap sebagai tindakan yang kejam dan tidak etis, bahkan oleh standar pada masa itu. Tindakan tersebut mengundang protes dan kritik dari sejumlah tokoh gereja dan masyarakat pada saat itu. Selain itu, tindakan ini juga menjadi contoh bahwa pemimpin gereja Katolik dalam sejarahnya juga bisa melakukan tindakan yang kejam dan tidak bermoral.

Paus Sergius III (904-911)

Dianggap kontroversial karena diyakini telah membunuh dua pendahulunya dan memerintahkan penganiayaan dan pembunuhan beberapa pengkritiknya.

Ia dituduh membunuh dua pendahulunya, yakni Paus Leo V dan Paus Christopher. Ada beberapa sumber sejarah yang menggambarkan bahwa Sergius III memerintahkan pembunuhan terhadap kedua pendahulunya tersebut karena ia merasa terancam atas kekuasaannya di dalam Vatikan.

Tindakan Paus Sergius III dalam membunuh dua pendahulunya ini tentu sangat tidak etis dan jelas-jelas melanggar prinsip moralitas dan keadilan yang dipegang teguh oleh Gereja Katolik. Tindakan ini juga menunjukkan betapa sulitnya menjaga integritas dan keadilan di dalam kepemimpinan gereja, terutama ketika ada kepentingan-kepentingan pribadi yang terlibat.

Meskipun kontroversial, Paus Sergius III juga dianggap sebagai seorang reformator yang berhasil dalam memberantas korupsi di dalam gereja dan memperkuat kekuasaan paus. Namun, tindakan kontroversialnya dalam membunuh dua pendahulunya tetap menjadi catatan buruk dalam sejarah Gereja Katolik dan mengingatkan kita akan pentingnya menjaga integritas dan moralitas dalam kepemimpinan gereja.

Paus Innosensius III

Memerintahkan pembakaran banyak buku-buku di Paris pada tahun 1209, termasuk karya-karya yang dianggap sebagai klasik dalam ilmu pengetahuan dan filsafat.

Di bawah kepemimpinan Innocensius III, Inquisisi menjadi semakin kuat dan agresif, terutama di wilayah-wilayah di mana ajaran-ajaran sesat dianggap sangat menyebar. Inkuisisi melakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai penganut ajaran sesat, dan buku-buku yang dianggap mengandung ajaran sesat juga disita dan dihancurkan.

Pada tahun 1209, kota Paris menjadi pusat penyebaran ajaran-ajaran yang dianggap sesat oleh gereja, seperti ajaran kaum Waldensian dan Albigensian. Paus Innocent III kemudian mengeluarkan sebuah keputusan yang disebut "Ad abolendam", yang memerintahkan penghancuran buku-buku yang dianggap mengandung ajaran sesat, dan memberikan kekuasaan kepada para uskup untuk melakukan tindakan penyitaan dan penghancuran tersebut.

Sebagai hasil dari keputusan ini, banyak buku-buku yang dianggap mengandung ajaran sesat di Paris dan wilayah sekitarnya disita dan dibakar. Meskipun tindakan ini dapat dianggap kontroversial dari perspektif kebebasan berbicara dan pemikiran, pada waktu itu tindakan ini dianggap sebagai bagian dari upaya memerangi ajaran sesat dan melindungi integritas agama Katolik. Seiring berjalannya waktu, pandangan mengenai tindakan ini mungkin dapat berubah tergantung pada sudut pandang dan nilai-nilai yang dipercayai oleh masyarakat saat ini.

Paus Klemens V

Memberikan persetujuan untuk membubarkan Ordo Kesatria Templar pada tahun 1312, setelah tuduhan bahwa mereka terlibat dalam praktik-praktik sesat dan kejahatan.

Ia mengeluarkan sebuah bulla kepausan pada tanggal 22 November 1307 yang menyatakan bahwa Ordo Kesatria Templar secara resmi dibubarkan oleh Gereja Katolik. Ordo Kesatria Templar adalah suatu ordo ksatria yang didirikan pada abad ke-12 selama Perang Salib, dan menjadi sangat kaya dan berpengaruh di seluruh Eropa pada abad ke-13. Namun, pada akhir abad ke-13, ordo ini mulai dipandang kontroversial karena dianggap terlalu kuat dan kaya, sehingga menimbulkan rasa cemburu dan kecurigaan dari kalangan kekuasaan sipil dan gereja.

Pada tahun 1307, Raja Philip IV dari Prancis menangkap semua anggota Kesatria Templar di Prancis, dan menuduh mereka melakukan tindakan kejahatan, seperti menyembah setan, homoseksualitas, dan penghinaan terhadap salib. Raja Philip IV juga mengajukan dakwaan serupa kepada paus Klemens V, yang pada saat itu masih berada di Avignon, Prancis.

Setelah mendengarkan dakwaan-dakwaan tersebut, Paus Klemens V memerintahkan penyelidikan terhadap Ordo Kesatria Templar, dan pada tahun 1307, ia mengeluarkan sebuah bulla kepausan yang mengecam tindakan-tindakan yang dituduhkan terhadap para anggota ordo tersebut, dan memerintahkan penahanan mereka. Setelah melakukan penyelidikan lebih lanjut, Paus Klemens V kemudian mengeluarkan sebuah bulla kepausan yang menyatakan bahwa Ordo Kesatria Templar secara resmi dibubarkan pada tanggal 22 November 1307.

Tindakan Paus Klemens V dalam membubarkan Kesatria Templar dapat dianggap kontroversial karena beberapa alasan. Pertama, beberapa sejarawan berpendapat bahwa dakwaan-dakwaan terhadap Kesatria Templar dibuat atas dasar motif politik dan ekonomi, dan bukan atas dasar fakta. Kedua, tindakan Paus Klemens V dalam membubarkan ordo tersebut dapat dianggap sebagai tindakan yang terburu-buru dan tidak adil, karena ia tidak memberikan kesempatan bagi para anggota ordo untuk membela diri atau diadili secara adil. Akibatnya, tindakan ini masih menjadi topik perdebatan dan kontroversi hingga saat ini.[]

Selengkapnya