Uskup Katolik Dibunuh, dari Konflik Politik hingga Agresi Terhadap Agama

March 02, 2023
Last Updated

Uskup Oscar Romero, Uskup El Salvador yang menjadi korban pembunuhan karena aktif memperjuangkan hak-hak masyarakat miskin. [fot: internet]

Uskup Katolik tak luput dari korban pembunuhan. Ada yang dibunuh akibat peristiwa politik, ada juga yang dibunuh karena keberatan terhadap ajaran gereja. Bahkan di era modern, pembunuhan terhadap para uskup Katolik juga masih terjadi. Beberapa perjalanan uskup yang terbunuh dibuatkan film dokumenternya, seperti Uskup Oscar Romero, uskup yang berkarya untuk Keuskupan El Salvador.

Beberapa uskup Katolik dibunuh karena terlibat dalam konflik politik dengan pemerintah atau kelompok oposisi. Mereka dapat menjadi sasaran karena pandangan politik mereka atau karena pandangan agama mereka yang tidak selaras dengan pemerintah atau kelompok lain.

Ada juga uskup Katolik dibunuh karena keberatan mereka terhadap ajaran gereja atau pandangan mereka yang kontroversial. Hal ini dapat menyebabkan kecaman dan bahkan kekerasan dari orang-orang yang tidak setuju dengan pandangan mereka.

Uskup Katolik juga menjadi korban pembunuhan karena memperjuangkan hak-hak manusia. Mereka menjadi sasaran kekerasan karena aktif dalam memperjuangkan hak-hak manusia dan keadilan sosial. Mereka dapat menjadi ancaman bagi pemerintah atau kelompok yang ingin mempertahankan status quo.

Selain itu, ada uskup yang terbunuh karena terjadi agresi agama. Hal ini dapat terjadi karena alasan seperti fanatisme agama atau kebencian terhadap orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang berbeda.

Namun, tidak semua uskup Katolik yang dibunuh memiliki alasan yang jelas atau spesifik mengapa mereka menjadi sasaran kekerasan. Terkadang, mereka mungkin menjadi korban kekerasan secara acak atau karena situasi politik yang tidak stabil atau konflik bersenjata yang terjadi di wilayah mereka.

Di era modern, masih terjadi pembunuhan terhadap uskup Katolik. Beberapa kasus terkenal antara lain:

Uskup Oscar Romero

Uskup El Salvador yang aktif memperjuangkan hak-hak rakyat miskin dan korban kekerasan politik di negaranya. Ia dibunuh pada tahun 1980 saat sedang merayakan misa.

Ia lahir pada 15 Agustus 1917 dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1942. Pada tahun 1970-an, Romero diangkat sebagai Uskup Agung San Salvador, yang pada saat itu negara El Salvador sedang mengalami perang saudara dan kekerasan politik yang melibatkan militer dan kelompok-kelompok pemberontak.

Romero awalnya dianggap sebagai uskup yang konservatif dan tidak terlalu aktif dalam memperjuangkan hak-hak rakyat miskin. Namun, setelah teman dekatnya, seorang pastor Katolik bernama Rutilio Grande, dibunuh pada tahun 1977 oleh pasukan keamanan, pandangan Romero berubah. Ia mulai memperjuangkan hak-hak rakyat miskin dan mengecam pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata.

Romero menggunakan posisinya sebagai Uskup Agung San Salvador untuk mengkritik keras pemerintah dan militer El Salvador, yang ia sebut sebagai "diktator bersenjata" dan "pelaku kejahatan terhadap umat manusia". Ia sering memberikan khotbah dan surat terbuka yang menyerukan perdamaian, keadilan sosial, dan hak asasi manusia.

Pada 24 Maret 1980, saat sedang merayakan misa di kapel di San Salvador, Romero ditembak mati oleh seorang penembak jitu yang tidak diketahui. Kematian Romero memicu protes dan kekerasan yang lebih besar di El Salvador dan membuatnya menjadi martir bagi gereja Katolik dan gerakan hak asasi manusia di seluruh dunia.

Pada 23 Maret 2019, Paus Fransiskus mengumumkan bahwa Romero dan enam orang lainnya akan dikanonisasi sebagai santo dan santa pada tanggal 14 Oktober 2018. Romero diakui sebagai pahlawan agama dan sosial yang memperjuangkan keadilan sosial dan hak asasi manusia bagi umatnya di El Salvador.

Uskup Luigi Padovese

Uskup Katolik Turki yang dibunuh pada tahun 2010 oleh sopir pribadinya. Ia dikenal sebagai penggiat dialog antaragama dan memperjuangkan hak-hak minoritas Kristen di Turki.

Uskup Katolik Italia yang bekerja di Turki ini lahir pada 31 Maret 1947 di Milazzo, Sisilia, Italia dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1973. Pada tahun 2004, Padovese diangkat sebagai Uskup Apostolik Anatolia dan menjabat hingga kematiannya.

Padovese adalah seorang teolog dan profesor yang dihormati di Turki dan Italia. Ia juga dikenal sebagai seorang pejuang perdamaian yang aktif dalam dialog antaragama antara Kristen dan Muslim di Turki.

Pada 3 Juni 2010, Padovese ditemukan tewas di kediamannya di Iskenderun, Turki. Ia diserang dan dibunuh oleh seorang pendeta muda Turki yang dikenal sebagai muridnya. Pelaku mengaku bahwa ia membunuh Padovese karena merasa dihina dan sakit hati terhadap sang uskup. Namun, ada juga spekulasi bahwa pembunuhan tersebut terkait dengan kekerasan antar agama atau politik di Turki.

Kematian Padovese mengejutkan umat Katolik dan komunitas internasional di Turki. Pemerintah Turki dan Vatikan meminta penyelidikan menyeluruh dan tindakan tegas terhadap pelaku. Padovese dihormati sebagai seorang martir oleh umat Katolik dan dikenang sebagai seorang yang memperjuangkan perdamaian, dialog antaragama, dan persaudaraan antarumat beragama di Turki.

Uskup Jean-Marie Benoît Balla

Uskup Kamerun yang ditemukan tewas di sungai Sanaga pada tahun 2017. Ia diyakini menjadi korban pembunuhan karena aktivitasnya yang terkait dengan konflik politik dan kekerasan yang terjadi di wilayahnya.

Uskup Jean-Marie Benoît Balla berasal dari Kamerun yang menjabat sebagai Uskup Keuskupan Bafia di negaranya. Ia lahir pada tanggal 10 Mei 1959 di Oweng, Kamerun dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1987. Ia diangkat menjadi Uskup Bafia pada tahun 2003 oleh Paus Yohanes Paulus II.

Pada 31 Mei 2017, Balla ditemukan tewas di sungai Sanaga dekat kota Ebebda di Kamerun. Ia diduga bunuh diri dengan melompat ke sungai setelah meninggalkan pesan surat yang berisi kalimat-kalimat singkat dan beberapa ayat dari Kitab Suci. Namun, beberapa orang mempertanyakan penyebab kematian Balla dan menuntut penyelidikan lebih lanjut.

Beberapa hari setelah kematian Balla, ditemukan pula mayat seorang pendeta bernama Armel Collins Ndjama di dekat tempat kejadian. Ndjama juga merupakan anggota Keuskupan Bafia. Kematian Balla dan Ndjama mengundang kekhawatiran terhadap kekerasan dan penindasan terhadap orang-orang Katolik di Kamerun.

Kematian Balla dan Ndjama menuai duka dan kecaman dari umat Katolik di Kamerun dan seluruh dunia. Paus Fransiskus mengekspresikan belasungkawa dan kekhawatirannya atas kejadian tersebut, serta meminta agar semua pihak bekerja sama untuk mencari kebenaran dan keadilan. Balla dihormati sebagai seorang pelayan gereja yang setia dan gigih, serta dikenang karena usahanya dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan keadilan di Kamerun.

Uskup Epifanius

Uskup Koptik Mesir yang ditemukan tewas di biara pada tahun 2018. Motif pembunuhannya masih belum jelas, tetapi diyakini terkait dengan konflik internal dalam gereja Koptik di Mesir.

Uskup Epifanius adalah seorang uskup Gereja Ortodoks Koptik di Mesir. Ia lahir pada 27 April 1954 di Tanta, Mesir, dan ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1985. Pada tahun 2013, ia diangkat sebagai Uskup Pulau Marheen di Laut Merah.

Pada 29 Juli 2018, Epifanius ditemukan tewas di biara St. Makarios di Wadi al-Natrun, sekitar 110 km barat laut dari Kairo, Mesir. Ia ditemukan dengan luka-luka di kepala yang diduga disebabkan oleh serangan benda tumpul. Penyelidikan polisi menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Epifanius dibunuh.

Kematian Epifanius mengejutkan umat Kristen di Mesir dan seluruh dunia. Gereja Ortodoks Koptik menyatakan bahwa Epifanius adalah seorang uskup yang saleh, bijaksana, dan setia. Para pemimpin gereja dan politisi Mesir mengecam pembunuhan tersebut dan menuntut penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku.

Setelah penyelidikan yang panjang, pada Oktober 2018, polisi Mesir menangkap seorang biarawan bernama Wael Saad Tawadros, yang dituduh sebagai pelaku pembunuhan Epifanius. Tawadros diduga melakukan pembunuhan karena merasa tidak puas dengan kepemimpinan Epifanius di biara St. Makarios. Kasus tersebut masih dalam proses persidangan hingga saat ini.

Epifanius dihormati sebagai seorang pelayan gereja yang saleh dan gigih dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Kematian tragisnya menjadi pengingat akan kekerasan dan ancaman yang dihadapi oleh orang-orang yang memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Mesir dan seluruh dunia.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap uskup Katolik masih terjadi di era modern dan menunjukkan pentingnya memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan beragama di seluruh dunia.

Artikel Lain: Film Katolik yang Layak Ditonton Saat Libur Paskah

 

 

Selengkapnya